Fakta Unik: 22 Tahun Madrasah Tanpa Meja Kursi Pandeglang, Semangat Belajar Tak Padam!
Selama 22 tahun, sebuah madrasah di Pandeglang tetap beroperasi tanpa meja kursi. Kisah inspiratif tentang semangat belajar di Madrasah Tanpa Meja Kursi Pandeglang ini patut disimak.

Di tengah hiruk pikuk modernisasi pendidikan, sebuah kisah inspiratif datang dari pelosok Kabupaten Pandeglang, Banten. Madrasah Diniyah Al Hidayah Mubtadi'in, yang terletak di kaki Gunung Pulosari, telah menjalankan kegiatan belajar mengajar (KBM) selama 22 tahun tanpa fasilitas dasar seperti meja dan kursi, sebuah fakta yang menunjukkan kegigihan luar biasa.
Sejak didirikan pada tahun 2007, madrasah ini menjadi saksi bisu kegigihan para siswa dan guru dalam menimba ilmu agama Islam. Meskipun harus duduk di lantai selama proses pembelajaran, semangat mereka tidak pernah padam, menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap pendidikan yang berkualitas.
Kondisi ini diungkapkan oleh Nong dan Enung, dua guru yang berdedikasi tinggi di madrasah tersebut, pada Minggu (27/7). Mereka menegaskan komitmen untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan agama, terlepas dari keterbatasan sarana prasarana yang ada, serta menginspirasi banyak pihak.
Semangat Belajar di Tengah Keterbatasan Sarana
Madrasah Diniyah Al Hidayah Mubtadi'in, yang berlokasi di Desa Banjarnegara, Kecamatan Gunung Pulosari, Pandeglang, menjadi contoh nyata bagaimana keterbatasan fisik tidak menghalangi semangat belajar. Sebanyak 70 pelajar, yang sebagian besar merupakan siswa kelas 1 hingga 5 SD, tetap antusias mengikuti pelajaran agama Islam setiap harinya.
Proses KBM di madrasah ini berlangsung secara konsisten dari hari Sabtu hingga Kamis, dengan jam belajar sore hari, yaitu pukul 14.00 hingga 17.00 WIB. Kurikulum yang diajarkan cukup komprehensif, meliputi mata pelajaran penting seperti Kipayah, Sejarah Islam, Iqra, Tajwid, Tafsir Al Quran, Akhlak, Nahwu, Al Quran Hadist, Fiqih, dan Bahasa Arab, memastikan pendidikan agama yang menyeluruh.
Uniknya, para siswa tidak pernah mengeluh pegal-pegal atau masuk angin meskipun harus belajar dalam posisi duduk di lantai selama berjam-jam. Anisa, seorang siswi kelas 3 madrasah, mengungkapkan bahwa ia dan teman-temannya sudah terbiasa belajar dengan kondisi tersebut. Pengalaman selama tiga tahun tanpa meja dan kursi tidak mengurangi kecintaannya terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ia mengaku senang dengan kondisi yang ada.
Dedikasi Guru dan Harapan Akan Bantuan
Di balik semangat para siswa, terdapat dedikasi luar biasa dari para pengajar yang patut diacungi jempol. Enam guru dan satu kepala sekolah di Madrasah Diniyah Al Hidayah Mubtadi'in tidak menerima gaji bulanan, menunjukkan pengabdian murni mereka terhadap dunia pendidikan.
Mereka hanya mengandalkan dana hibah dari pemerintah daerah sebesar Rp3 juta per tahun, yang kemudian dibagi rata di antara mereka sebagai bentuk apresiasi. Madrasah ini juga menerapkan sistem pendidikan yang sangat terjangkau, di mana siswa tidak dipungut iuran Sumbangan Partisipasi Pendidikan (SPP), melainkan hanya diminta membayar Rp1.000 per orang untuk keperluan membeli kapur.
Kebijakan ini menunjukkan komitmen madrasah untuk memberikan akses pendidikan agama tanpa beban finansial yang memberatkan orang tua siswa. Meskipun demikian, harapan akan bantuan tetap ada dan sangat dinantikan. Pihak madrasah sangat berharap pemerintah daerah maupun Kementerian Agama dapat memberikan dukungan berupa penyediaan kursi dan meja. Fasilitas yang layak diharapkan dapat membantu anak-anak belajar lebih fokus dan tenang, sehingga potensi mereka dapat berkembang secara optimal dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif.