Gaji TKA Hilirisasi Mineral 7-10 Kali Lipat Lebih Tinggi dari Lokal
Sebuah studi mengungkap disparitas gaji antara TKA dan pekerja lokal di sektor hilirisasi mineral Indonesia, dengan TKA menerima 7 hingga 10 kali lipat lebih tinggi, disebabkan perbedaan pendidikan dan keterampilan.
Jakarta, 3 Februari 2024 - Perbedaan mencolok terungkap dalam hal pendapatan antara tenaga kerja asing (TKA) dan pekerja lokal di sektor hilirisasi mineral Indonesia. Sebuah studi terbaru menunjukkan TKA di sektor ini menerima gaji 7 hingga 10 kali lebih tinggi daripada rekan kerja lokal mereka.
Wildan Syafitri dari The Reform Initiative mengungkapkan temuan ini berdasarkan studi kasus di Batam dan Konawe, Sulawesi Tenggara. Ia menyatakan, "Kalau kita bandingkan, upahnya rata-rata sekitar 7 kali, saya pernah menghitung itu hampir 10 kali lipat."
Mengapa disparitas ini terjadi? Wildan menjelaskan perbedaan upah signifikan ini sebagian besar disebabkan oleh perbedaan tingkat pendidikan. Pekerja lokal, khususnya di daerah seperti Konawe, masih memiliki akses terbatas pada pendidikan tinggi, sehingga sulit bagi mereka untuk mengisi posisi manajerial yang biasanya dihuni TKA.
Ia menambahkan, "Saya kira kalau di Batam ini tenaga kerja (lokal) di posisi manajerial itu sudah cukup banyak, tapi di Konawe itu masih kecil karena memang disebabkan tingkat pendidikan yang masih rendah."
Namun, Wildan menekankan bahwa hilirisasi mineral tetap memberikan dampak positif pada perekonomian daerah. Batam dan Konawe, misalnya, mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 22 persen. "Artinya dia (hilirisasi) bisa menjadi ujung tombak, jangan sampai ini tentu saja ada yang dikorbankan. Ini ujung tombak tapi yang dikorbankan adalah pekerja lokal," imbuhnya.
Solusi untuk mengatasi kesenjangan ini, menurut Wildan, terletak pada dua hal: pemerataan pembangunan smelter di daerah dengan sumber daya manusia berpendidikan tinggi, dan peningkatan keterampilan pekerja lokal. Ia mencontohkan, "Seperti kalau di Jawa Timur, smelter di Gresik itu relatif TKA-nya, relatif lebih kecil."
Senada dengan Wildan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyarankan peningkatan keterampilan masyarakat untuk daya saing yang lebih baik. Pemerintah juga perlu memperkuat regulasi ketenagakerjaan dan mengintegrasikan sistem antar kementerian/lembaga terkait pengupahan.
Esther menyoroti rendahnya tingkat pendidikan pekerja Indonesia berdasarkan data BPS. "Dilihat dari data BPS, hanya 12 persen saja TKI kita yang berpendidikan tinggi, 88 persen masih SMA ke bawah. Itu yang harus di-upgrade," tegasnya.
Kesimpulannya, kesenjangan upah antara TKA dan pekerja lokal di sektor hilirisasi mineral merupakan tantangan serius yang membutuhkan solusi komprehensif. Peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan pekerja lokal, serta kebijakan pemerintah yang tepat, menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini dan memastikan manfaat hilirisasi dinikmati semua lapisan masyarakat.