Metode Irigasi Hemat Air (IPHA) Dongkrak Produktivitas Padi Indramayu, Menteri PU Dorong Perluasan
Menteri PU mendorong perluasan metode Irigasi Pertanian Hemat Air (IPHA) setelah terbukti meningkatkan produktivitas padi dan menekan biaya produksi di Indramayu.

Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, mendorong perluasan penerapan metode Irigasi Pertanian Hemat Air (IPHA) di Indonesia. Hal ini menyusul keberhasilan metode tersebut dalam meningkatkan produktivitas padi dan menekan biaya produksi petani di Indramayu, Jawa Barat. Peningkatan hasil panen yang signifikan dan penghematan biaya produksi menjadi alasan utama di balik dorongan tersebut. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional.
Dalam kunjungannya ke Indramayu pada Selasa, 22 April, Menteri PU menyaksikan langsung hasil panen padi yang meningkat tajam menggunakan metode IPHA. "Hari ini kita saksikan bersama bahwa hasil padi dari metode IPHA meningkat tajam menjadi 10-11 ton per hektare. Kita akan sinergikan dengan Kementerian Pertanian untuk direplikasi di berbagai daerah lainnya di Indonesia," kata Dody dalam keterangannya.
Penerapan metode IPHA di Indramayu telah menunjukkan dampak positif yang signifikan. Program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga efisiensi penggunaan sumber daya. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi tepat guna dapat memberikan solusi bagi peningkatan produktivitas pertanian di Indonesia.
Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi IPHA
Metode IPHA yang diterapkan di Daerah Irigasi (DI) Rentang, Indramayu, di bawah pengelolaan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, telah terbukti efektif. Di Kabupaten Indramayu sendiri, IPHA telah diterapkan di 121 desa dengan total luas lahan mencapai 242,65 hektare. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata akan potensi metode IPHA dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Salah satu keunggulan IPHA adalah efisiensi penggunaan bibit dan air. Jika metode konvensional membutuhkan 25-30 kg bibit per hektare, metode IPHA hanya membutuhkan 10 kg. Penggunaan air juga berkurang signifikan, dari genangan 7-10 cm menjadi hanya 2-3 cm. Efisiensi ini berdampak pada penghematan biaya produksi bagi para petani.
Bupati Indramayu, Lucky Hakim, menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan metode IPHA ke desa-desa lain. Ia melihat metode ini mampu mengatur distribusi air secara lebih merata, terutama untuk sawah di wilayah hilir. Dengan IPHA, sawah di Indramayu dan sekitarnya mendapatkan pasokan air yang cukup, sehingga meningkatkan hasil panen.
"Hasil panen meningkat, biaya produksi turun. Mudah-mudahan petani bisa beralih ke IPHA demi kesejahteraan mereka," ujar Lucky Hakim.
Dukungan dari DPR RI untuk Perluasan IPHA
Anggota Komisi V DPR RI, Daniel Muttaqien Syaefuddin, juga turut memberikan dukungan terhadap perluasan metode IPHA. Pihaknya mendorong Kementerian PU untuk memaksimalkan sistem irigasi yang melintasi Indramayu dan Cirebon, dua daerah yang dianggap sebagai lumbung pangan nasional.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, menunjukkan komitmen yang kuat untuk mengembangkan metode IPHA. Hal ini diharapkan dapat mempercepat perluasan penggunaan metode tersebut di berbagai daerah di Indonesia.
Perluasan IPHA diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian secara nasional dan berkontribusi pada ketahanan pangan Indonesia. Dengan efisiensi penggunaan sumber daya dan peningkatan hasil panen, metode ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi beban biaya produksi.
Kesimpulannya, keberhasilan metode IPHA di Indramayu menjadi bukti nyata akan potensi teknologi tepat guna dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Perluasan penerapan metode ini di berbagai daerah di Indonesia diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.