Prasasti Pucangan: Perjuangan Membawa Pulang Sejarah Raja Airlangga
Presiden Jokowi diharapkan dapat memfasilitasi pemulangan Prasasti Pucangan dari India ke Indonesia selama kunjungan kenegaraan, yang menyimpan kisah penting Raja Airlangga dan sejarah Nusantara.
![Prasasti Pucangan: Perjuangan Membawa Pulang Sejarah Raja Airlangga](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/01/17/210125.436-prasasti-pucangan-perjuangan-membawa-pulang-sejarah-raja-airlangga-1.jpg)
Prasasti Pucangan, saksi bisu sejarah kejayaan Raja Airlangga di Jawa Timur, kini tengah menjadi fokus upaya diplomasi Indonesia. Batu bertulis yang menyimpan kisah perjalanan sang raja dan kebesaran budaya Nusantara ini berada di Museum Kolkata, India, selama beratus tahun. Kunjungan Presiden Jokowi ke India pada Januari 2024 diharapkan dapat membawa pulang warisan berharga ini.
Mengapa pemulangan Prasasti Pucangan begitu penting? Karena prasasti ini bukan sekadar batu bertulis, melainkan jendela waktu ke masa lalu. Prasasti ini menceritakan perjuangan Airlangga, mulai dari pelariannya setelah kehancuran istana Medang hingga berdirinya Kerajaan Kahuripan. Ia juga merekam keputusan penting Airlangga membagi kerajaannya menjadi Janggala dan Panjalu demi menjaga perdamaian. Ukiran aksara Jawa Kuno dan Sanskerta-nya menampilkan keindahan sastra dan kebijakan politik masa lalu.
Prasasti Pucangan juga menghubungkan era Dinasti Isyana dengan kejayaan Kahuripan, mencatat silsilah raja-raja yang membentuk fondasi peradaban Jawa abad ke-10 hingga ke-11. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyampaikan harapan agar kunjungan Presiden dapat mendorong pengembalian prasasti ini. "Kita berharap kunjungan presiden ke India juga menyampaikan...pengembalian Prasasti Pucangan yang merupakan prasasti penting bagi kita," ujarnya.
Upaya Pengembalian
Proses pemulangan Prasasti Pucangan diharapkan melalui jalur diplomasi budaya. Ini bukan hanya tentang mengembalikan artefak, melainkan juga tentang mengembalikan narasi besar sejarah Nusantara kepada generasi penerus. Pemulangannya diibaratkan sebagai kebangkitan dan penguatan identitas bangsa, sejalan dengan kebangkitan Airlangga setelah pelariannya dan pendirian Kahuripan.
Sejarah Prasasti Pucangan
Prasasti Pucangan ditemukan pada tahun 1812, saat masa kolonial Inggris di Nusantara. Thomas Stamford Raffles, saat menjadi Letnan Gubernur Batavia, menemukannya. Namun, prasasti ini kemudian dibawa ke India sebagai koleksi pribadi Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris, dan kini disimpan di Kolkata. Prasasti ini unik karena berbentuk blok batu dengan puncak runcing dan alas berbentuk bunga teratai, simbol khas keagungan Hindu-Buddha.
Prasasti Pucangan ditulis dalam dua bahasa, Jawa Kuno dan Sanskerta, dengan aksara Kawi. Teks Sanskerta mengisahkan perjalanan Airlangga, mulai dari leluhurnya, Mpu Sindok, hingga pelariannya ke hutan setelah serangan Raja Wurawari pada 1016 M. Teks Jawa Kuno mencatat penetapan Pucangan, Brahem, dan Bapuri sebagai sima (tanah suci) pada 6 November 1041 M, sebagai wujud janji Airlangga setelah kehancuran di Pulau Jawa.
Kembalinya Prasasti Pucangan ke Indonesia akan menjadi momen bersejarah. Ia akan menjadi pusat perhatian di museum nasional, mengingatkan kita akan warisan sejarah yang tak ternilai dan menginspirasi generasi mendatang. Prasasti ini akan menjadi bukti nyata bahwa sejarah adalah akar kekuatan bangsa, sebuah warisan yang perlu dijaga dan dirayakan.