Unik! Tradisi Azan Pitu di Masjid Agung Cirebon: 7 Suara Menembus Zaman
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, melestarikan tradisi unik 'azan pitu', tujuh suara azan yang bergema bersamaan, sebagai wujud syukur dan penolak bala.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon, Jawa Barat, menyimpan tradisi unik yang telah bertahan ratusan tahun: azan pitu. Setiap Jumat pukul 12.10 WIB, tujuh muazin mengumandangkan azan secara bersamaan, menciptakan harmoni suara yang luar biasa. Tradisi ini bermula dari masa Sunan Gunung Jati sebagai wujud syukur dan permohonan perlindungan dari wabah penyakit yang pernah melanda Cirebon.
Suara azan yang selaras dan menggema di seluruh penjuru masjid, diperkuat oleh tujuh pengeras suara yang tersusun rapi, menciptakan suasana magis dan khusyuk. Momen ini semakin syahdu di bulan Ramadhan, menambah kekhusyukan ibadah bagi para jamaah. Tradisi ini bukan hanya sekadar ritual budaya, tetapi juga diyakini sebagai sarana spiritualitas yang membawa berkah bagi masyarakat sekitar.
Keunikan azan pitu juga terletak pada para muazinnya yang berasal dari keluarga Keraton Kasepuhan dan Kanoman, meneruskan tradisi turun-temurun. Mereka dipilih berdasarkan kemampuan membaca Al-Quran, keimanan, dan akhlak Islami. Salah satu muazin, Munandi (35), mengatakan bahwa menjadi bagian dari tradisi ini adalah sebuah tanggung jawab besar sekaligus kebanggaan, sebuah amanah yang harus dijaga.
Dari Masa Lampau Hingga Kini
Kiai Ahmad, salah satu pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, menjelaskan bahwa berdasarkan cerita turun-temurun, Sunan Gunung Jati mendapat petunjuk untuk mengumandangkan azan secara bersamaan oleh tujuh orang untuk mengatasi wabah penyakit yang saat itu melanda Cirebon, termasuk istri Sunan Gunung Jati, Nyimas Pakungwati. Setelah azan pitu dilakukan, wabah tersebut mereda. Dahulu, azan pitu dilakukan setiap waktu sholat, namun kini hanya pada hari Jumat.
Angka tujuh dalam tradisi Jawa dianggap sakral dan dalam konteks azan pitu melambangkan ikhtiar sebagai penolak bala. Tujuh suara yang bersatu menjadi simbol doa bersama untuk keselamatan dan kesejahteraan. Bahkan, selama pandemi COVID-19, tradisi ini tetap dilakukan dan diyakini berkontribusi pada rendahnya angka paparan virus di sekitar masjid.
Para muazin yang bertugas memiliki syarat sederhana namun penting: mampu membaca Al-Quran dengan fasih, memiliki keimanan yang kuat, dan berakhlak Islami. Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga Keraton Kasepuhan dan Kanoman, menjaga kelangsungannya hingga saat ini.
Munandi, salah satu muazin yang telah tujuh tahun menjalankan tugas ini, mengungkapkan rasa bangga dan tanggung jawabnya dalam melestarikan tradisi leluhur tersebut. Baginya, ini adalah amanah yang harus dijaga dan diteruskan kepada generasi selanjutnya.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Ikon Sejarah dan Arsitektur
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dibangun pada tahun 1480 oleh Sunan Gunung Jati dengan bantuan Sunan Kalijaga dan Raden Sepat, memiliki sejarah yang kaya dan arsitektur yang unik. Konon, pembangunannya hanya memakan waktu semalam dengan melibatkan 500 pekerja dari Kerajaan Majapahit, Demak, dan Cirebon.
Arsitektur masjid memadukan gaya Jawa dan Hindu Majapahit, terlihat dari gapura halaman masjid, atap menyerupai rumah joglo, dan mihrab dengan motif tertentu. Masjid ini memiliki sembilan pintu; pintu utama yang hanya dibuka pada hari besar Islam melambangkan penghormatan, sementara delapan pintu lainnya yang lebih kecil mengingatkan kesetaraan manusia di hadapan Tuhan.
Mihrab masjid dihiasi tiga ubin yang dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang, melambangkan iman, Islam, dan ihsan. Mimbar masjid, Sang Ranggakosa, juga memiliki desain unik dengan motif bunga dan rantai. Masjid Agung Sang Cipta Rasa kini menjadi tujuan wisata religi yang menarik minat banyak pengunjung.
Tradisi azan pitu, yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda, menjadi tanggung jawab bersama untuk dipelihara dan dilestarikan, tidak hanya oleh pengelola masjid, tetapi juga pemerintah dan masyarakat luas. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga warisan budaya dan sejarah Kota Cirebon, termasuk tradisi azan pitu.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi simbol penting bagi masyarakat Cirebon, sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, tempat sejarah dan spiritualitas berjalan beriringan. Upaya pelestarian tradisi azan pitu dan masjid ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga warisan budaya dan sejarah Indonesia.