Generasi Muda Waspada! Kanker Kolorektal Mengintai di Usia Muda
Kanker kolorektal, penyakit yang dulu dianggap menyerang usia lanjut, kini mengintai generasi muda di Indonesia; kenali faktor risiko, gejala, dan pentingnya deteksi dini.

Jakarta, 13 Mei 2024 (ANTARA) - Kanker kolorektal, yang meliputi kanker usus besar dan rektum, selama ini dikenal sebagai penyakit yang menyerang usia lanjut. Namun, tren terbaru menunjukkan peningkatan kasus yang mengkhawatirkan pada generasi muda Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk gaya hidup modern yang tidak sehat. Penting bagi generasi muda untuk menyadari risiko ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, kanker kolorektal menempati peringkat keempat jenis kanker terbanyak di Indonesia, dengan 34.189 kasus baru. Meskipun mayoritas kasus terjadi pada individu di atas 50 tahun, data International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2022 menunjukkan sekitar 1.400 pasien berusia di bawah 40 tahun, termasuk 446 kasus pada rentang usia 20 hingga 29 tahun. Ini menunjukkan bahwa anggapan kanker kolorektal sebagai penyakit orang tua sudah tidak relevan lagi.
"Kanker kolorektal tidak lagi bisa dianggap sebagai penyakit orang tua. Generasi muda kini juga rentan, dan ini harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Dr. Zee Ying Kiat, Konsultan Senior bidang Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapura.
Faktor Risiko Kanker Kolorektal pada Generasi Muda
Perubahan gaya hidup modern menjadi faktor utama peningkatan kasus kanker kolorektal di usia muda. Pola makan tinggi lemak dan rendah serat, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi makanan olahan, merokok, dan konsumsi alkohol mempercepat peradangan dalam saluran cerna, yang dapat memicu pertumbuhan sel abnormal. Meskipun faktor genetik juga berperan, perubahan gaya hidup ini semakin meningkatkan risiko.
Selain itu, gejala awal kanker kolorektal seringkali tidak spesifik atau bahkan tanpa gejala sama sekali. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai antara lain perubahan pola buang air besar (diare atau konstipasi), darah dalam feses, nyeri perut, dan penurunan berat badan tanpa sebab. "Gejala-gejala tersebut memang tidak otomatis berarti kanker, tetapi jika terus berulang, segera lakukan pemeriksaan ke dokter," tegas Dr. Zee.
Penting untuk diingat bahwa deteksi dini sangat krusial. Kolonoskopi menjadi metode utama deteksi, dan di beberapa negara, usia skrining telah diturunkan menjadi 45 tahun karena meningkatnya kasus pada usia muda. Kolonoskopi tidak hanya mendeteksi kanker, tetapi juga dapat mengangkat polip sebelum berkembang menjadi kanker.
Penanganan Terintegrasi dan Harapan Hidup
Penanganan kanker kolorektal membutuhkan pendekatan multidisiplin, melibatkan dokter bedah, onkolog, ahli patologi, radiolog, ahli gizi, dan konselor. Operasi merupakan langkah utama, diikuti kemoterapi, radioterapi, atau terapi target, bergantung pada stadium penyakit dan profil genetik pasien. Kemajuan teknologi seperti genomic profiling memungkinkan pengobatan yang lebih personal.
Harapan hidup sangat bergantung pada stadium kanker saat terdeteksi. Pada stadium I, harapan hidup lima tahun mencapai lebih dari 90 persen, sedangkan pada stadium IV (kanker telah menyebar), angka ini turun menjadi sekitar 10 hingga 15 persen. Namun, dengan pengobatan yang lebih terpersonalisasi, angka harapan hidup pada stadium IV dapat meningkat hingga sekitar 30 persen.
"Banyak pasien dan keluarga mengira kanker stadium lanjut adalah vonis mati. Padahal, dengan penanganan yang tepat dan multidisipliner, peluang kesembuhan tetap ada, bahkan di stadium lanjut," jelas Dr. Zee.
Kesimpulannya, peningkatan kasus kanker kolorektal pada generasi muda merupakan ancaman serius yang membutuhkan perhatian. Dengan menerapkan gaya hidup sehat dan melakukan skrining dini, risiko kanker kolorektal dapat ditekan, dan peluang kesembuhan pun semakin besar. Jangan abaikan kesehatan Anda!