Apindo Ungkap Trivia PMA Triwulan II 2025 Capai Rp477,7 Triliun: Peluang PMA Indonesia Membesar Jika Tarif RI-AS Kompetitif
Apindo melihat Peluang PMA Indonesia sangat besar, terutama jika tarif RI-AS lebih rendah dari pesaing. Akankah investasi asing membanjiri Tanah Air?
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti potensi besar masuknya penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia. Peluang PMA Indonesia ini dapat terwujud secara signifikan. Terutama jika kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dapat ditekan lebih rendah.
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa tarif yang lebih kompetitif dibandingkan negara pesaing. Negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh, akan mendorong relokasi investasi. Khususnya pada sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang padat karya.
Pernyataan ini disampaikan Shinta di Jakarta pada Selasa (29/7). Apindo menekankan bahwa keberhasilan diplomasi luar negeri harus diimbangi dengan pembenahan struktural. Hal ini penting untuk menciptakan iklim investasi yang lebih menarik.
Potensi Investasi Sektor Strategis dan Daya Saing Tarif
Shinta Kamdani menjelaskan, apabila Indonesia mampu menawarkan tarif yang lebih kompetitif kepada AS, relokasi investasi akan sangat mungkin terjadi. Bahkan, beberapa investasi TPT dari Tiongkok telah mulai masuk ke Indonesia. Ini menunjukkan daya tarik Indonesia di mata investor global.
Selain industri TPT, Apindo juga melihat peluang PMA Indonesia yang besar pada sektor data center. Sektor ini menjanjikan pertumbuhan pesat di era digital. Potensi investasi juga terbuka lebar di sektor hilirisasi mineral, seiring dengan kesepakatan dagang Indonesia-AS yang terus diupayakan.
Apindo berkomitmen untuk terus mengonsolidasikan pelaku ekspor lintas sektor. Tujuannya adalah mengkaji dampak dan potensi kesepakatan dagang. Mereka juga merumuskan masukan teknis melalui forum sektoral. Ini dilakukan guna mendorong ekspor produk yang tidak diproduksi oleh AS.
Pembenahan Struktural Kunci Peningkatan Daya Saing
Daya saing ekspor dan investasi Indonesia tidak hanya bergantung pada insentif tarif semata. Menurut Apindo, kepastian hukum adalah fondasi utama. Efisiensi logistik juga krusial untuk menekan biaya operasional. Biaya energi dan tenaga kerja yang kompetitif turut menjadi pertimbangan penting bagi investor.
Regulasi yang mendukung dunia usaha juga mutlak diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Shinta Kamdani menegaskan bahwa reformasi struktural, khususnya di sektor padat karya, adalah syarat mutlak. Ini diperlukan untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Apindo terus menyoroti pentingnya perbaikan incremental capital-output ratio (ICOR). Perbaikan ICOR menjadi kunci bagi Indonesia untuk menjadi lebih kompetitif. Hal ini berkaitan erat dengan model investasi yang masuk dan biaya untuk mendapatkan investasi tersebut. Efisiensi investasi menjadi prioritas utama.
Optimalisasi IEU-CEPA dan Realisasi Investasi Terkini
Selain hubungan dagang dengan AS, Apindo juga menekankan pentingnya optimalisasi perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Pasar Uni Eropa sangat besar dan strategis bagi peningkatan ekspor Indonesia. Terutama untuk produk padat karya seperti TPT, alas kaki, dan furnitur.
Uni Eropa juga merupakan salah satu sumber PMA terbesar bagi Indonesia. Apindo terus mendorong business matching dan menjalin koneksi dengan pelaku usaha Eropa. Negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Belanda menjadi fokus. Tujuannya untuk mengidentifikasi sektor potensial bagi investasi.
Masa transisi sebelum IEU-CEPA berlaku resmi merupakan momentum strategis yang harus dimanfaatkan cepat. Pekerjaan rumah seperti deregulasi dan perizinan harus diselesaikan. Ini akan membuat Indonesia semakin kompetitif dalam menarik investasi. Realisasi investasi Triwulan II 2025 mencapai Rp477,7 triliun, naik 11,5% dari tahun sebelumnya. Kontribusi PMA mencapai Rp202,2 triliun, dengan Singapura, Hong Kong, dan RRT sebagai penyumbang terbesar.