UIN Jakarta Usung Kurikulum Berbasis Cinta: Fondasi Generasi Penuh Kasih Sayang dan Toleransi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkomitmen menjadi pusat pengembangan gagasan pendidikan humanis, mengusung Kurikulum Berbasis Cinta untuk melahirkan generasi berkarakter dan damai.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menegaskan komitmennya dalam mengembangkan gagasan pendidikan. Komitmen ini berlandaskan pada nilai-nilai cinta, damai, dan keberlanjutan peradaban. Hal tersebut disampaikan dalam sebuah forum akademik penting di kampus UIN Jakarta Ciputat, Tangerang.
Forum yang diselenggarakan pada Selasa, 19 Agustus, ini mengangkat tema "Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta untuk Dunia yang Damai." Acara ini menjadi penanda sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan pemangku kebijakan. Tujuannya adalah membangun paradigma pendidikan yang lebih humanis dan relevan.
Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, menekankan bahwa jika cinta menjadi dasar kurikulum, sekolah akan menjadi rumah yang melahirkan generasi penuh kasih sayang, toleransi, dan kepemimpinan berintegritas. Pendidikan Islam diharapkan menjadi kekuatan moral dalam membangun perdamaian dunia. Kurikulum Berbasis Cinta merupakan manifestasi nyata dari Islam rahmatan lil-‘alamin.
Visi UIN Jakarta dan Fondasi Kurikulum Berbasis Cinta
Prof. Asep Saepudin Jahar menjelaskan bahwa dari kampus, UIN Jakarta berupaya menanamkan cinta, empati, dan nilai kemanusiaan universal. Nilai-nilai ini akan berpadu dengan identitas keislaman yang kuat. Pelajar dan mahasiswa perlu dibentuk menjadi generasi berkarakter dan berakhlak mulia.
Ilmu pengetahuan diharapkan menjadi sarana utama dalam membangun peradaban yang damai. Dengan Kurikulum Berbasis Cinta, peserta didik didorong untuk menginternalisasi nilai spiritualitas. Mereka juga dilatih untuk memiliki keterbukaan dalam menghadapi keberagaman. Peserta didik disiapkan menjadi agen perubahan positif di tengah masyarakat.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta, Prof. Siti Nurul Azkiyah, menambahkan bahwa konsep Kurikulum Berbasis Cinta bukanlah utopia. Implementasinya dapat dimulai dari sikap guru yang penuh kasih sayang. Metode kolaboratif dan penghargaan terhadap perbedaan di kelas juga menjadi kunci keberhasilan.
Dukungan Pemerintah dan Implementasi Kebijakan Baru
Dr. Yogi Anggraena dari Pusat Kurikulum Kemendikdasmen memaparkan arah baru kebijakan pendidikan melalui Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025. Regulasi ini menekankan pembelajaran mendalam atau deep learning. Tujuannya agar siswa tidak hanya menguasai teori, tetapi juga mampu merefleksikan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Salah satu terobosan penting adalah penambahan mata pelajaran pilihan Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) mulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan baru ini juga memperkuat kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Termasuk gerakan tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat yang diarahkan untuk membangun karakter, kreativitas, serta kemandirian siswa.
Kepala Subdirektorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Kementerian Agama, Zulkifli, menegaskan pentingnya menjadikan Kurikulum Berbasis Cinta sebagai pedoman pembelajaran di madrasah. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang menegaskan harmoni kehidupan harus berakar pada cinta. Panduan implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang diluncurkan Kemenag bertujuan menanamkan nilai empati, toleransi, kasih sayang, dan tanggung jawab dalam pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.
Evaluasi pun tidak semata mengukur akademik, melainkan juga penerapan nilai cinta dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan KBC sangat bergantung pada kolaborasi antara guru, kepala madrasah, orang tua, dan masyarakat. Pendidikan berbasis cinta bukan hanya teori, melainkan praktik hidup bersama yang damai dan saling menghargai.