AS Kritik Subsidi RI, Ekonom: APBN Sudah Transparan!
Ekonom Wijayanto Samirin menilai kritik AS soal transparansi subsidi Indonesia kurang berdasar karena data tersebut telah tersedia di APBN, dan pemerintah perlu tegas dalam negosiasi tarif.
Jakarta, 22 April 2024 - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengkritik kebijakan subsidi Indonesia yang dinilai kurang transparan. Namun, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, berpendapat sebaliknya. Ia menegaskan bahwa informasi mengenai subsidi dan insentif fiskal Indonesia telah tersedia secara terbuka dan transparan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kritik tersebut muncul dalam dokumen 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade yang dikeluarkan USTR. Dokumen tersebut menyatakan Indonesia belum menyampaikan notifikasi subsidi sesuai Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM) sejak 2019, dan hanya sekali notifikasi sejak bergabung dengan WTO pada 1995. USTR juga mencatat berbagai insentif fiskal dan nonfiskal yang diberikan Indonesia untuk sektor manufaktur dan ekspor, termasuk di kawasan berikat dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Wijayanto menjelaskan, "Terkait data subsidi, sebenarnya tidak ada yang disembunyikan, sangat transparan dan dapat dilihat di APBN berikut penjelasannya. Insentif berupa keringanan pajak pun sangat terbuka, siapa pun bisa mengakses data tersebut." Ia menekankan bahwa tuduhan kurang transparannya Indonesia dalam penerapan kebijakan subsidi kurang berdasar.
Tanggapan atas Kritik AS dan Strategi Negosiasi
Menanggapi kritik USTR, Wijayanto menyarankan pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dalam menjaga kepentingan nasional. "Kita tidak perlu terlalu terprovokasi oleh permintaan AS. Namanya juga negosiasi, mereka pasti memulai dengan call yang tinggi; apalagi merasa di atas angin," ujarnya. Ia juga menyarankan agar tim negosiasi Indonesia tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait negosiasi tarif resiprokal dengan AS, dan sebaiknya fokus pada strategi buying time.
Lebih lanjut, Wijayanto menekankan pentingnya pemantauan langkah negara-negara tetangga seperti Vietnam, India, dan Thailand sebagai referensi dalam merumuskan strategi negosiasi yang menguntungkan Indonesia. "Kita perlu memantau deal seperti apa yang dilakukan oleh Vietnam, India, Thailand dan negara tetangga lainnya. Deal-deal tersebut adalah referensi penting bagi kita," katanya. Hal ini penting untuk memastikan Indonesia mendapatkan kesepakatan yang tidak merugikan.
Pemerintah Indonesia dan USTR telah sepakat untuk segera membahas negosiasi tarif secara intensif dan menyiapkan kerangka kerja sama dalam waktu 60 hari ke depan. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan tingkat Menteri antara Delegasi RI yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan pihak USTR yang dipimpin Ambassador Jamieson Greer di Washington DC.
Transparansi APBN dan Insentif Fiskal
Insentif fiskal yang diberikan Indonesia, seperti keringanan pajak, terangkum dengan jelas dalam APBN dan dapat diakses publik. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap transparansi. Namun, perlu adanya strategi komunikasi yang lebih efektif untuk menjelaskan hal ini kepada pihak asing, termasuk USTR.
Ke depan, pemerintah perlu memperkuat komunikasi publik mengenai kebijakan subsidi dan insentif fiskal untuk menghindari kesalahpahaman dan kritik yang tidak berdasar. Selain itu, pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas insentif yang diberikan juga penting untuk memastikan agar kebijakan tersebut memberikan manfaat optimal bagi perekonomian Indonesia.
Meskipun terdapat kritik dari AS, Indonesia perlu tetap fokus pada kepentingan nasional dan merumuskan strategi negosiasi yang tepat. Dengan mengacu pada pengalaman negara-negara lain dan memanfaatkan transparansi data APBN, Indonesia dapat menghadapi negosiasi tarif dengan AS secara lebih efektif dan terukur.