BI Dorong Kerja Sama Antar Daerah Atasi Defisit Beras Maluku Utara
Bank Indonesia Maluku Utara mendorong kerja sama antar daerah untuk mengatasi defisit beras yang signifikan dan inflasi tinggi di provinsi tersebut, dengan fokus pada peningkatan produksi dan stabilisasi harga.
Defisit beras yang signifikan di Maluku Utara (Malut) mendorong Bank Indonesia (BI) untuk mengambil langkah strategis. Selama periode 2019 hingga 2023, Malut mengalami defisit beras yang cukup besar. Pada tahun 2023 saja, produksi beras hanya mencapai 15.000 ton, sementara konsumsi mencapai angka fantastis 105.000 ton, menghasilkan defisit sebesar 90.000 ton. Situasi ini memaksa Malut bergantung pada pasokan beras dari daerah lain seperti Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan, sebagian besar didistribusikan melalui program tol laut.
Kerja Sama Antar Daerah sebagai Solusi
Kepala Kantor Perwakilan BI Malut, Dwi Putra Indrawan, mengungkapkan bahwa untuk mengatasi permasalahan ini, BI Malut gencar mendorong Kerja Sama Antar Daerah (KAD) dengan daerah penghasil beras. Langkah ini dinilai krusial untuk menjamin ketersediaan beras bagi masyarakat Malut dan menstabilkan harga. Selain KAD, BI juga menyarankan beberapa langkah pendukung, seperti menyusun neraca perdagangan Malut, memberikan subsidi ongkos angkut bahan pokok, dan menetapkan hub sentralisasi pengiriman logistik. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya distribusi beras.
Dampak Defisit Beras terhadap Inflasi
Dwi Putra juga menyoroti dampak signifikan defisit beras terhadap inflasi di Malut. Sepanjang tahun 2024, beras menjadi penyumbang utama inflasi karena ketergantungan pada pasokan dari luar daerah menyebabkan harga beras fluktuatif dan tidak stabil. "Sejak Januari hingga Desember 2024, beras selalu menjadi faktor utama penyebab inflasi di Maluku Utara," ujar Dwi Putra. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan beras dari luar daerah menjadi sangat penting.
Upaya Peningkatan Produksi Beras Lokal
Di sisi lain, terdapat upaya peningkatan produksi beras lokal di Malut. Masyarakat di tiga kabupaten Malut menggelar panen raya padi dengan total produksi 27.408 ton gabah kering giling (GKG) melalui program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD). Program ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan produksi pangan lokal. Panen padi di Malut pada Januari-Desember 2024 di lahan seluas 8.418 hektare menunjukkan peningkatan sebesar 1.261 hektare (17,62 persen) dibandingkan tahun 2023.
Data Produksi Beras dari BPS Malut
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Malut memperkirakan produksi padi pada Januari-Desember 2024 mencapai 27.408 ton GKG, meningkat 2.358 ton GKG (9,41 persen) dibandingkan tahun 2023. Peningkatan produksi ini, meskipun signifikan, masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan beras di Malut. Oleh karena itu, upaya diversifikasi produksi dan peningkatan efisiensi distribusi tetap menjadi kunci dalam mengatasi defisit beras dan menstabilkan harga.
Kesimpulan
Defisit beras di Maluku Utara merupakan masalah kompleks yang membutuhkan solusi terintegrasi. BI Malut telah mengambil langkah tepat dengan mendorong kerja sama antar daerah dan mendukung program peningkatan produksi lokal. Namun, keberhasilan upaya ini bergantung pada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Penting untuk terus memantau perkembangan situasi dan melakukan evaluasi berkala untuk memastikan efektivitas strategi yang diterapkan. Keberhasilan mengatasi defisit beras akan berdampak positif pada stabilitas harga dan kesejahteraan masyarakat Malut.