BRIN Desak Perubahan Fokus Pendidikan: Jujur Lebih Penting dari Sekadar Prestasi
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendesak perubahan fokus pendidikan Indonesia agar lebih menekankan kejujuran dan integritas, bukan hanya mengejar prestasi akademik semata, menyusul maraknya kasus kecurangan ujian masuk perguruan tinggi.
Kasus kecurangan dalam ujian masuk perguruan tinggi di Indonesia kembali menjadi sorotan. Hal ini mendorong Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menyerukan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan nasional. Kepala Pusat Penelitian Pendidikan BRIN, Trina Fizzanty, menekankan perlunya reorientasi pendidikan agar lebih memprioritaskan kejujuran dan integritas, bukan hanya mengejar prestasi semata. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Kamis (1/5) sebagai respons atas maraknya kasus kecurangan tersebut.
Menurut Fizzanty, "Kita harus reorientasi pendidikan, bukan hanya mengejar hasil, tetapi juga prosesnya." Ia menyoroti bahwa kasus-kasus kecurangan ini menunjukkan masih seriusnya tantangan moral, karakter, dan integritas dalam dunia pendidikan Indonesia. Lebih lanjut, Fizzanty menilai bahwa upaya pengembangan karakter dan penanaman nilai-nilai moral pada siswa selama ini belum berhasil.
Fizzanty menambahkan, "Ketika orientasi pendidikan terlalu menekankan pada pencapaian akademik dan kompetisi, nilai-nilai seperti kejujuran dan integritas biasanya terabaikan. Ini tentu bukan semata-mata kesalahan siswa." Oleh karena itu, BRIN mendesak perubahan sistemik untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.
Membangun Budaya Belajar yang Sehat
Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang menjunjung tinggi kejujuran, Fizzanty menekankan pentingnya membangun budaya belajar yang sehat sejak usia dini. Hal ini, menurutnya, membutuhkan peran aktif guru dan orang tua sebagai teladan. Mereka harus menunjukkan integritas dan menerapkan konsekuensi yang jelas dan adil terhadap ketidakjujuran. Tidak hanya di sekolah, peran orang tua dan pemimpin masyarakat juga sangat penting dalam mencontohkan perilaku baik.
Fizzanty menyarankan agar proses penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi terus ditinjau untuk mencegah tekanan berlebihan yang dapat memicu kecurangan. Ia juga mengusulkan agar proses penerimaan mahasiswa tidak hanya berfokus pada penilaian akademik, tetapi juga mempertimbangkan rekam jejak dan aktivitas sosial siswa. "Dengan begitu, mereka yang diterima menjadi mahasiswa tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter mulia," jelasnya.
Lebih lanjut, Fizzanty menekankan pentingnya pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum. Bukan hanya sekedar mata pelajaran terpisah, pendidikan karakter harus menjadi bagian integral dari seluruh proses pembelajaran. Dengan demikian, nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan integritas dapat terinternalisasi dengan baik dalam diri siswa.
Rekomendasi BRIN untuk Sistem Pendidikan yang Lebih Jujur
- Reorientasi Kurikulum: Integrasi pendidikan karakter ke dalam seluruh aspek kurikulum, bukan hanya sebagai mata pelajaran tersendiri.
- Peran Guru dan Orang Tua: Menjadi teladan dalam kejujuran dan menerapkan konsekuensi yang adil terhadap ketidakjujuran.
- Evaluasi Proses Penerimaan Mahasiswa: Meninjau ulang sistem seleksi mahasiswa baru untuk mengurangi tekanan dan mencegah kecurangan.
- Penilaian Holistik: Melibatkan rekam jejak dan aktivitas sosial siswa dalam proses penerimaan mahasiswa, bukan hanya nilai akademik.
- Penguatan Budaya Integritas: Membangun budaya sekolah dan masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.
Kesimpulannya, BRIN menyerukan perubahan paradigma dalam pendidikan Indonesia. Fokus pendidikan tidak hanya pada prestasi akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter yang berintegritas dan jujur. Perubahan ini membutuhkan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, dan masyarakat.