Bea Cukai Perkuat Penegakan HKI, Tekan Peredaran Barang Ilegal di Indonesia
Bea Cukai Kemenkeu gencar tekan peredaran barang ilegal dan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia untuk mencegah kerugian ekonomi hingga Rp291 triliun.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI meningkatkan upaya penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi tingginya angka pelanggaran HKI yang menempatkan Indonesia dalam daftar Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR). Kerugian ekonomi akibat peredaran barang palsu ditaksir mencapai angka fantastis, yaitu Rp291 triliun.
Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC, R. Tarto Sudarsono, menjelaskan bahwa penegakan HKI bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan konsumen dan menciptakan iklim usaha yang sehat. Bea Cukai telah menyita dan memusnahkan sejumlah barang ilegal, termasuk produk-produk bermerek yang melanggar HKI. Upaya ini dilakukan melalui pengawasan aktif dan pengendalian niaga berdasarkan laporan pemilik merek.
Peningkatan pendaftaran merek untuk perlindungan HKI juga menunjukan komitmen Bea Cukai dalam memberantas peredaran barang ilegal. Hingga Februari 2024, tercatat 76 merek telah terdaftar, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kolaborasi dengan berbagai instansi dalam Satgas HKI juga memperkuat sinergi penegakan hukum di Indonesia.
Langkah-langkah Bea Cukai dalam Penegakan HKI
Bea Cukai menerapkan dua mekanisme utama dalam penegakan HKI: pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek. Pengawasan ex-officio dilakukan secara aktif oleh petugas Bea Cukai di perbatasan untuk mencegah masuknya barang ilegal. Sementara itu, pengendalian niaga dilakukan berdasarkan laporan dari pemilik merek yang telah terdaftar.
Regulasi yang kuat juga mendukung upaya Bea Cukai. Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40 Tahun 2018 memberikan kewenangan kepada Bea Cukai untuk menahan barang yang melanggar HKI sebelum masuk ke pasar. Hal ini memperkuat posisi Bea Cukai dalam mencegah peredaran barang palsu di Indonesia. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat sangat penting dalam memberantas peredaran barang palsu.
"Peran Bea Cukai di perbatasan sangat penting untuk mencegah barang-barang yang melanggar HKI beredar di pasar. Jika sudah ada rekomendasi dari pemegang hak, kami bisa langsung bertindak untuk menahan barang di pelabuhan sebelum diedarkan," tegas Tarto.
Dampak Ekonomi Peredaran Barang Palsu
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, menekankan dampak besar peredaran barang palsu terhadap perekonomian nasional. Data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa menunjukkan bahwa pada 2019, perdagangan barang palsu dan bajakan mencapai 3,39 persen dari total perdagangan dunia atau setara dengan 509 miliar dolar AS.
Razilu menambahkan bahwa peredaran barang palsu tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga konsumen dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Produk palsu juga menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, dan berdampak negatif terhadap keselamatan konsumen. Oleh karena itu, DJKI terus berupaya meningkatkan edukasi dan kesadaran publik terkait pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual.
"Peredaran barang palsu tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga konsumen serta perekonomian nasional secara keseluruhan. Produk palsu juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, serta memberikan dampak negatif terhadap keselamatan konsumen," ujar Razilu.
Kerugian Negara Akibat Produk Ilegal
Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bersama Institute for Economic Analysis of Law and Policy – Universitas Pelita Harapan menunjukkan kerugian negara akibat produk ilegal mencapai Rp291 triliun. Direktur Eksekutif MIAP, Justisiari P. Kusumah, menjelaskan bahwa dampak pemalsuan produk tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan pajak dan menghambat penciptaan lapangan kerja.
Justisiari menekankan perlunya sinergi berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi kekayaan intelektual. Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana. Upaya bersama dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.
"MIAP memandang upaya-upaya untuk melindungi kekayaan intelektual perlu sinergi yang berkesinambungan oleh seluruh pemangku kepentingan. Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana," kata Justisiari.
Penegakan HKI merupakan upaya berkelanjutan yang membutuhkan kerjasama semua pihak untuk melindungi ekonomi Indonesia dan menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.