Fakta Mengejutkan: 500 Hektare Lahan Terbakar, Sumbar Siapkan Siaga Darurat Karhutla
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat siapkan status siaga darurat untuk antisipasi meluasnya Karhutla Sumbar yang telah melahap 500 hektare lahan. Apa dampaknya?
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tengah serius mempersiapkan penetapan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Langkah ini diambil guna memitigasi risiko dan dampak bencana asap yang berpotensi meluas di wilayah tersebut. Kesiapan ini menyusul laporan meluasnya Karhutla di beberapa kabupaten.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Rudy Rinaldy, menyatakan bahwa proses penetapan status siaga darurat sedang berjalan. Dua daerah, Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Solok, bahkan telah lebih dulu menetapkan status tanggap darurat Karhutla. Kondisi ini menunjukkan urgensi penanganan bencana alam tersebut.
Tercatat, sekitar 500 hektare hutan dan lahan di Sumbar telah hangus terbakar, dengan dampak terparah di Limapuluh Kota dan Solok. Sebagian besar insiden Karhutla ini diduga kuat akibat aktivitas pembukaan lahan pertanian. Pihak berwenang mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Meluasnya Titik Api dan Tantangan Pemadaman Karhutla
Data terbaru menunjukkan bahwa Karhutla di Sumbar telah melahap sekitar 500 hektare lahan, dengan Kabupaten Limapuluh Kota dan Solok menjadi wilayah terdampak paling parah. Di Kabupaten Solok, seluruh kecamatan dilaporkan telah merasakan dampak Karhutla. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan meluasnya bencana asap.
Meskipun demikian, Rudy Rinaldy menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada potensi daerah lain di Sumbar yang akan menetapkan status tanggap darurat Karhutla. Kebakaran yang terjadi di wilayah lain masih berskala kecil dan dapat ditangani. Pihak BPBD berharap tidak ada penambahan daerah dengan status tanggap darurat selain dua kabupaten tersebut.
Upaya pemadaman Karhutla di Sumbar menghadapi tantangan serius, terutama karena faktor topografi. Tingkat kemiringan lahan yang curam dan lokasi kebakaran yang masuk ke dalam wilayah hutan mempersulit akses tim pemadam. Mobil pemadam kebakaran tidak dapat menjangkau area tersebut, sehingga penanganan api menjadi sangat terbatas.
Oleh karena itu, pemangku kepentingan mempertimbangkan untuk melakukan operasi modifikasi cuaca sebagai solusi. Metode ini diharapkan dapat membantu dalam proses pemadaman api di area yang sulit dijangkau secara konvensional. Pendekatan ini menjadi krusial mengingat kondisi lapangan yang menantang.
Potensi Penyebab dan Upaya Pencegahan Karhutla
Penyebab utama Karhutla di Sumbar, khususnya di Limapuluh Kota dan Solok, sebagian besar diindikasikan berasal dari aktivitas pembukaan lahan pertanian. Masyarakat kerap menggunakan metode pembakaran untuk membersihkan lahan, tanpa menyadari risiko dan dampak kerusakan yang ditimbulkannya. Praktik ini menjadi pemicu utama meluasnya titik api.
Merespons situasi ini, BPBD Sumbar secara aktif mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran hutan atau membuka lahan dengan cara membakar. Tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang luar biasa, mengancam keanekaragaman hayati, dan menimbulkan bencana asap yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
Hingga saat ini, belum ada investigasi mendalam atau penetapan tersangka terkait insiden pembukaan lahan yang memicu Karhutla. Pihak berwenang masih memprioritaskan upaya pemadaman api di lapangan. Fokus utama adalah mengendalikan penyebaran api dan meminimalkan dampak lebih lanjut terhadap lingkungan dan masyarakat.
Berdasarkan data dari aplikasi SIPONGI+ atau Sistem Pemantauan Karhutla, tercatat adanya 50 hotspot atau titik api di wilayah Sumbar pada periode 1 hingga 25 Juli ini. Data ini mencakup titik api dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen, menunjukkan bahwa ancaman Karhutla masih sangat nyata dan memerlukan kewaspadaan tinggi dari semua pihak.