Fakta Unik: Tarif Resiprokal AS untuk Ekspor Indonesia Turun Drastis dari 32% ke 19%, Apindo Sebut Tetap Kompetitif Namun Butuh Tindak Lanjut
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai penerapan tarif resiprokal 19 persen oleh Amerika Serikat masih kompetitif, meski perlu negosiasi lanjutan untuk produk unggulan Indonesia.
Pemerintah Indonesia berhasil menekan tarif resiprokal yang akan diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor nasional. Tarif yang semula direncanakan mencapai 32 persen, kini disepakati menjadi 19 persen.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa angka 19 persen tersebut masih tergolong kompetitif di pasar global. Kebijakan ini merupakan hasil dari upaya diplomasi perdagangan yang panjang dan intensif antara kedua negara.
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, menegaskan bahwa meski tarif ini sudah lebih rendah, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pemberlakuan tarif ini akan efektif mulai 7 Agustus 2025, memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk beradaptasi.
Dampak dan Potensi Sektor Unggulan
Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) diperkirakan menjadi salah satu yang paling terdampak oleh kebijakan tarif resiprokal ini. Pasalnya, sekitar 61 persen ekspor TPT Indonesia selama ini ditujukan ke pasar Amerika Serikat, menjadikannya sangat bergantung pada kondisi perdagangan bilateral.
Apindo saat ini tengah melakukan evaluasi komprehensif untuk mengukur dampak kebijakan ini terhadap daya saing produk dan keberlangsungan tenaga kerja. Evaluasi ini penting untuk merumuskan strategi adaptasi yang efektif bagi industri TPT nasional.
Selain TPT, sektor lain seperti furnitur, perikanan, dan komoditas udang juga memiliki kontribusi signifikan terhadap ekspor ke AS. Produk-produk ini juga menjadi fokus perhatian Apindo dalam pembahasan lanjutan untuk mencari celah keringanan tarif.
Produk strategis seperti kopi, kakao, dan mineral kritis dinilai memiliki potensi besar untuk mendapatkan pengecualian atau keringanan tarif tambahan. Komoditas-komoditas ini sangat dibutuhkan oleh AS dan bisa menjadi kunci dalam negosiasi yang lebih mendalam.
Strategi Apindo dan Harapan Pemerintah
Apindo menyoroti bahwa kompetisi di pasar global tidak hanya soal tarif, melainkan juga daya saing produk dibandingkan negara lain seperti Vietnam dan China. Meskipun Indonesia memiliki tarif yang tipis berbeda dengan Vietnam, sanksi transshipment 40 persen yang dikenakan AS pada Vietnam membuka peluang bagi Indonesia.
Peluang ini harus dimanfaatkan Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh Vietnam, terutama di sektor-sektor tertentu. Ini menunjukkan bahwa dinamika pasar global dapat menciptakan kesempatan baru di tengah tantangan.
Sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia saat ini ditujukan ke pasar Amerika Serikat. Kontribusi signifikan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga dan meningkatkan hubungan dagang bilateral yang saling menguntungkan antara kedua negara.
Apindo berharap pemerintah terus mendorong perundingan tarif lanjutan secara teknis dan strategis. Pembukaan jalur negosiasi yang lebih spesifik untuk setiap sektor sangat krusial untuk mengoptimalkan posisi produk Indonesia di pasar global, khususnya untuk komoditas yang tidak diproduksi AS seperti nikel, kakao, dan kelapa sawit.
Sebagai perbandingan, beberapa negara lain juga dikenai tarif resiprokal oleh Amerika Serikat dengan besaran yang bervariasi:
- Inggris: 10 persen
- Vietnam: 20 persen
- Filipina: 19 persen
- Jepang: 15 persen
- Korea Selatan: 15 persen
- Uni Eropa: 15 persen untuk sejumlah produk