Fakta Unik: Transisi Energi dan Iklim Jadi Prioritas Nasional Indonesia, Kunci Ketahanan Pangan Masa Depan
Indonesia tegaskan transisi energi dan iklim sebagai prioritas nasional, bukan hanya agenda global. Ini demi ketahanan pangan dan masa depan berkelanjutan. Mengapa penting?
Indonesia secara tegas menempatkan isu transisi energi dan iklim sebagai prioritas utama dalam agenda nasional. Hal ini bukan sekadar mengikuti tren global, melainkan sebuah misi krusial untuk menjamin kedaulatan pangan dan masa depan berkelanjutan bagi seluruh rakyat. Komitmen ini disuarakan dalam berbagai forum penting.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, baru-baru ini menekankan urgensi isu ini pada acara Indonesia Net-Zero Summit 2025 di Jakarta. Menurutnya, perubahan iklim membawa dampak nyata berupa cuaca ekstrem yang secara langsung mengancam ketahanan pangan nasional. Anomali cuaca yang terus-menerus dapat memicu ketergantungan impor beras.
Oleh karena itu, transisi energi dan iklim dipandang bukan sebagai beban, melainkan jalan strategis menuju kedaulatan ekonomi dan pangan Indonesia yang lebih cerah. Langkah ini diharapkan dapat melindungi masyarakat dari dampak terburuk perubahan iklim sekaligus membuka peluang ekonomi baru.
Ancaman Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan
Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata yang berdampak langsung pada sektor pangan di Indonesia. Fenomena cuaca ekstrem, seperti kekeringan berkepanjangan atau banjir bandang, seringkali merusak lahan pertanian dan mengganggu siklus tanam. Kondisi ini secara signifikan mengurangi produksi pangan lokal.
Zulkifli Hasan secara spesifik menyoroti bahwa anomali cuaca dapat menyebabkan Indonesia terus-menerus bergantung pada impor beras. Ketergantungan ini tidak hanya menguras devisa negara, tetapi juga melemahkan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi sangat mendesak.
Pemerintah memandang bahwa upaya transisi menuju energi bersih dan adaptasi terhadap dampak iklim adalah investasi jangka panjang. Investasi ini bertujuan untuk melindungi sektor pertanian dan memastikan pasokan pangan yang stabil bagi populasi yang terus bertumbuh. Ini adalah langkah proaktif demi masa depan yang lebih aman.
Tantangan dan Potensi Pendanaan Iklim di Indonesia
Meskipun Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam transisi energi dan iklim, negara ini menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal pendanaan dan teknologi. Menteri Zulkifli Hasan menegaskan bahwa dukungan finansial dan teknologi konkret dari mitra internasional sangat diperlukan. Tanpa dukungan ini, mitigasi iklim berisiko menciptakan ketimpangan baru.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seringkali kesulitan memenuhi komitmen iklim karena keterbatasan dana. Oleh karena itu, pengembangan nilai ekonomi karbon, khususnya melalui pasar karbon sukarela, menjadi sangat krusial. Mekanisme ini dapat menjadi sumber pendanaan alternatif untuk aksi iklim.
Indonesia memiliki potensi besar dalam solusi berbasis alam (nature-based solution) untuk mitigasi iklim. Potensi ini diperkirakan mencapai 1,5 gigaton CO2 ekuivalen per tahun, atau senilai 7,1 miliar dolar AS. Namun, saat ini kurang dari tiga persen dari potensi tersebut yang telah diperdagangkan di pasar karbon sukarela, menunjukkan peluang yang belum dimanfaatkan.
Capaian dan Komitmen Indonesia dalam Aksi Iklim
Indonesia telah menunjukkan jejak kerja dan capaian konkret dalam komitmen iklimnya. Salah satu keberhasilan signifikan adalah tertahannya laju deforestasi pada level terendah dalam dua dekade terakhir. Ini menunjukkan upaya serius pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia.
Selain itu, program restorasi lahan mangrove juga menunjukkan kemajuan yang patut diapresiasi. Luas lahan mangrove yang telah direstorasi mencapai 600 ribu hektare, mendekati target ambisius 3,3 juta hektare. Mangrove berperan penting dalam menyerap karbon dan melindungi garis pantai.
Dalam sektor energi, pembangkit listrik berbasis energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), dan bioenergi mulai menggantikan pembangkit fosil, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Upaya ini berkontribusi pada pengurangan emisi karbon secara signifikan. Indonesia bahkan berhasil mengurangi emisi sebesar 36,7 persen atau 608 metrik ton CO2 ekuivalen dibandingkan dengan skenario business as usual.
Pemerintah terus memperkuat strategi mitigasi dan adaptasi iklim, termasuk melalui revisi dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) dan Second NDC yang akan dirilis akhir tahun ini. Sektor pangan, kehutanan, dan energi menjadi fokus utama dalam upaya berkelanjutan ini.