Guru Besar FKUI Kritik Kebijakan Kesehatan: Ancaman Mutu Pendidikan Dokter dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Dewan Guru Besar FKUI menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Jakarta, 16 Mei 2024 - Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) meluncurkan pernyataan resmi berjudul "Salemba Berseru", yang menyoroti kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran di Indonesia. Pernyataan ini diluncurkan pada Jumat lalu dan diterima oleh ANTARA. Pernyataan tersebut mengekspresikan kekhawatiran mendalam atas kebijakan-kebijakan yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis, berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Pernyataan ini menjawab pertanyaan mengenai apa yang terjadi (kebijakan yang merugikan), siapa yang terlibat (Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan), di mana (Indonesia), kapan (saat ini), mengapa (potensi penurunan mutu), dan bagaimana (dampak pada pelayanan kesehatan).
Selama pandemi COVID-19, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan tenaga medis telah berhasil menyelamatkan jutaan nyawa. Para dokter bekerja tanpa lelah, bahkan hingga mengorbankan nyawa demi keselamatan rakyat. FKUI aktif memberikan masukan berbasis bukti dan edukasi publik sebagai jembatan antara ilmu dan kebijakan. Namun, saat ini, Dewan Guru Besar FKUI prihatin karena kebijakan kesehatan nasional justru menjauh dari semangat kolaboratif tersebut. Alih-alih meningkatkan mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang ada justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis.
Pernyataan tersebut menekankan bahwa pendidikan dokter merupakan proses akademik panjang yang kompleks, tidak dapat disederhanakan. Menjadi dokter bukan hanya sekadar pelatihan teknis, melainkan perjalanan akademik yang ketat dan bertahap, berdasarkan filsafat kedokteran yang mendasari layanan kesehatan. Pendidikan terbaik dilakukan di fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan yang memenuhi standar global. Kekhawatiran ini dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa poin penting.
Alasan Keprihatinan Dewan Guru Besar FKUI
Dewan Guru Besar FKUI menjabarkan beberapa alasan utama di balik keprihatinan mereka. Pertama, pendidikan dokter dan dokter spesialis tidak bisa disederhanakan. Proses pendidikan yang panjang dan ketat, sesuai standar global, sangat penting untuk menghasilkan dokter yang kompeten. Kedua, penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas membutuhkan kerja sama erat dengan fakultas kedokteran. Tanpa sinergi yang baik, akan terjadi ketimpangan kualitas antar dokter, meningkatkan risiko kesalahan medis, dan merugikan pasien.
Ketiga, pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan mengancam ekosistem pendidikan kedokteran. Dosen yang juga berpraktik di rumah sakit pendidikan menjalankan peran layanan, pengajaran, dan riset secara terpadu. Pemisahan peran ini akan merusak sistem yang sudah berjalan baik dan menurunkan kualitas pembelajaran. Keempat, pelayanan kesehatan yang baik hanya dapat diberikan oleh tenaga medis yang dididik dengan standar tinggi. Kelima, koordinasi restrukturisasi dengan institusi pendidikan setelah penetapan RS Pendidikan Utama sangat penting. Perubahan struktur dan mutasi staf medis harus dikoordinasikan dengan pimpinan institusi pendidikan.
Keenam, kolegium kedokteran harus dijaga independensinya untuk melindungi mutu dan kompetensi profesi. Pernyataan ini juga menyerukan beberapa hal penting, antara lain menjamin pendidikan dokter tetap berada dalam sistem akademik yang bermutu dan terstandar; melibatkan institusi pendidikan kedokteran secara aktif dalam perumusan kebijakan; tidak mengorbankan keselamatan pasien demi target politik jangka pendek; menghentikan framing negatif terhadap profesi dokter; dan menegaskan pentingnya peran kolegium profesi kedokteran sebagai lembaga independen.
Kesimpulannya, pernyataan Dewan Guru Besar FKUI ini menyuarakan keprihatinan serius terhadap kebijakan yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi, standar pendidikan yang tinggi, dan independensi kolegium profesi untuk menjaga kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.