Hakim Tegaskan Tak Terpengaruh Tekanan Politik dalam Vonis Hasto: Sebuah Penegasan Independensi Peradilan
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menegaskan independensinya dalam menjatuhkan Vonis Hasto, menolak pengaruh politik dan opini publik. Apa dasar putusan yang dijatuhkan?
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta secara tegas menyatakan tidak terpengaruh oleh tekanan politik dari pihak mana pun dalam menjatuhkan putusan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Penegasan ini disampaikan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 25 Juli. Hakim anggota Sunoto menekankan bahwa seluruh pertimbangan dan putusan didasarkan pada fakta persidangan dan alat bukti yang sah.
Keputusan Majelis Hakim ini merupakan respons langsung terhadap pleidoi dan duplik Hasto yang mendalilkan adanya berbagai tekanan politik sejak Agustus 2023. Hasto mengklaim mengalami ancaman hukum jika tetap bersikap kritis, bahkan didatangi pihak yang meminta dirinya mundur dari jabatan sekjen. Hal ini menjadi sorotan utama dalam proses peradilan yang berlangsung.
Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto divonis pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta, dengan subsider 3 bulan kurungan jika denda tidak dibayar. Vonis Hasto ini terkait dengan dugaan penyediaan dana suap. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Independensi Peradilan dalam Kasus Hasto
Hakim Sunoto secara eksplisit menyebutkan bahwa putusan Majelis Hakim sama sekali tidak terpengaruh oleh opini publik, pemberitaan media, kepentingan politik, golongan tertentu, spekulasi kekuatan besar, maupun isu di luar fakta persidangan. Penegasan ini menggarisbawahi prinsip fundamental dalam sistem peradilan Indonesia, yaitu kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kekuasaan ini bertujuan menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila serta UUD 1945.
Dalil Hasto mengenai tekanan politik, termasuk pelaporan wawancara, undangan klarifikasi, dan ancaman penetapan tersangka jika tidak mundur, menjadi perhatian Majelis Hakim. Hasto bahkan mendalilkan didatangi beberapa orang yang meminta dirinya mundur pada 13 Desember 2024, dengan ancaman akan ditetapkan sebagai tersangka. Setelah pemecatan tiga orang pada 16 Desember 2024, Hasto menyebut dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024.
Majelis Hakim menanggapi serius dalil-dalil tersebut dengan menegaskan komitmen mereka terhadap independensi. Mereka memastikan bahwa setiap aspek putusan didasarkan pada bukti konkret dan keterangan saksi yang sah di bawah sumpah. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Fakta Persidangan dan Putusan Terhadap Hasto
Hasto Kristiyanto terjerat sebagai terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap. Dalam putusan Vonis Hasto, ia terbukti menyediakan dana suap sebesar Rp400 juta. Dana tersebut rencananya akan diberikan kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022, Wahyu Setiawan, untuk pengurusan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Meskipun demikian, Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus korupsi dengan tersangka Harun Masiku dalam rentang waktu 2019–2024, seperti dakwaan pertama penuntut umum. Fakta ini menjadi pertimbangan penting dalam penentuan vonis. Majelis Hakim hanya menyatakan Hasto melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama. Dengan demikian, putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada Hasto lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yang menuntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.