Kasus Unik 500 Bebek Curian: Wakajati Sulsel Setujui Restorative Justice untuk Penadah
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyetujui Restorative Justice (RJ) bagi tersangka penadah 500 bebek curian di Sidrap, menandai penyelesaian damai kasus unik ini.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Robert M Tacoy, secara resmi menyetujui permohonan Restorative Justice (RJ) dari Kejaksaan Negeri Pinrang. Keputusan ini terkait kasus penadahan 500 ekor bebek curian oleh tersangka Darman Dama di Sidrap.
Persetujuan RJ ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk testimoni korban, tersangka, dan tokoh masyarakat. Kasus ini dinilai telah memenuhi ketentuan Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan.
Dengan disetujuinya permohonan ini, proses hukum terhadap Darman Dama akan dihentikan, dan tersangka segera dibebaskan. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam menerapkan pendekatan keadilan yang mengedepankan pemulihan dan perdamaian.
Persetujuan Restorative Justice dan Dasar Hukumnya
Robert M Tacoy menegaskan bahwa persetujuan Restorative Justice ini didasarkan pada pertimbangan matang terhadap syarat dan keadaan yang diatur dalam Perja Nomor 15 tahun 2020. Salah satu poin krusial adalah telah terjadinya pertemuan antara pihak korban dan tersangka, yang berujung pada kesepakatan damai.
Korban, Hamzah bin H. Nanrang, telah menyatakan memaafkan tersangka Darman Dama, dan tidak keberatan jika proses hukum dihentikan. Kondisi ini menjadi fondasi utama bagi Kejaksaan untuk menyetujui permohonan RJ, sesuai dengan semangat keadilan restoratif yang menekankan pemulihan hubungan sosial.
Setelah persetujuan ini, Wakajati Sulsel meminta Kajari Pinrang, Agung Bagus Kade Kusimantara, beserta jajarannya untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara. Hal ini bertujuan agar tersangka dapat segera dibebaskan, sekaligus menjaga prinsip "zero transaksional" demi kepercayaan publik.
Kronologi Kasus Penadahan Bebek Curian
Kasus ini bermula dari pengajuan Restorative Justice oleh Kejaksaan Negeri Pinrang atas nama tersangka Darman Dama alias Sammang. Tersangka dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP terkait pencurian dengan pemberatan, yang korbannya adalah Hamzah bin H. Nanrang.
Peristiwa pencurian terjadi pada 13 Mei 2025, ketika Darman ditawari bebek curian oleh seseorang bernama Puang Usu, yang kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Darman kemudian menghubungi saksi Pandi untuk menyiapkan mobil bak terbuka guna mengangkut bebek-bebek tersebut dari sebuah kandang di Kabupaten Pinrang.
Malam harinya, Darman bersama Puang Usu dan disusul saksi Pandi tiba di kandang milik korban Hamzah. Mereka berhasil menangkap sekitar 500 ekor bebek dan memindahkannya ke mobil. Bebek-bebek tersebut kemudian dibawa ke kandang milik tersangka di Kabupaten Sidrap, yang belakangan diketahui adalah milik Hamzah. Akibat kejadian ini, korban mengalami kerugian senilai Rp17,5 juta.
Alasan Penerapan Keadilan Restoratif
Beberapa alasan kuat melandasi pengajuan dan persetujuan Restorative Justice dalam kasus Darman Dama. Pertama, tersangka terbukti baru pertama kali melakukan tindak pidana, yang dikonfirmasi melalui pencarian di SIPP, menunjukkan bahwa ia bukan residivis.
Kedua, tersangka telah berhasil melaksanakan perdamaian dengan korban dalam jangka waktu 14 hari sejak pelimpahan berkas perkara tahap II. Kedua belah pihak telah saling memaafkan dan sepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara damai, dengan tersangka telah meminta maaf kepada keluarga korban.
Ketiga, Darman Dama merupakan tulang punggung keluarga, bekerja sebagai peternak itik di Desa Mojong Bendoro, Kelurahan Watang Sidrap. Ia memiliki seorang istri dan dua anak laki-laki berusia 16 dan 11 tahun yang masih bersekolah, dengan penghasilan sekitar Rp110 ribu per hari. Kondisi ini menjadi pertimbangan penting dalam penerapan prinsip keadilan restoratif.