Kemenperin Dorong Industri Batam Go Green dan Raih SNI untuk Keunggulan Global
Penguatan industri di Batam melalui pemanfaatan energi hijau dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi fokus Kemenperin untuk menghadapi persaingan global.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Setia Diarta, menekankan pentingnya pemanfaatan energi hijau dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penguatan industri di Batam. Hal ini disampaikannya dalam Digitalization Innovation Day Schneider Electric di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/4).
Setia Diarta menjelaskan bahwa meskipun Batam telah memiliki berbagai fasilitas sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), seperti kemudahan fiskal dan bea cukai, hal tersebut belum cukup untuk menciptakan daya saing maksimal di pasar internasional. Oleh karena itu, Kemenperin berperan aktif dalam mempersiapkan industri di Batam agar mampu bersaing secara global.
Ia menambahkan bahwa tantangan utama yang dihadapi industri Batam adalah memenuhi standar non-tarif dan isu lingkungan, terutama dari negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa. Ketidakmampuan memenuhi persyaratan carbon border adjustment mechanism (CBAM) dapat menghambat akses produk Batam ke pasar Eropa.
Pemanfaatan Energi Hijau dan Digitalisasi sebagai Solusi
Setia Diarta menyoroti pentingnya penerapan energi hijau atau green energy dalam menghadapi kebijakan non-tarif internasional. Ia menekankan bahwa dekarbonisasi merupakan isu krusial yang harus diatasi oleh industri di Batam. “Kalau mau ekspor ke Eropa, industri kita harus bisa memanfaatkan green energy. Dekarbonisasi jadi isu penting. Kalau tidak bisa penuhi mekanisme carbon border adjustment, produk kita akan kesulitan masuk,” ujarnya.
Sebagai solusi yang lebih cepat dan efisien, Kemenperin mendorong digitalisasi di sektor industri Batam. Transformasi digital dinilai lebih efektif dalam mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi produksi dibandingkan dengan transformasi teknologi fisik yang membutuhkan investasi besar dan waktu yang lama. “Salah satunya yang tadi kami sampaikan adalah bagaimana mereka (industri di Batam) dapat mengurangi gas rumah kacanya atau emisi CO2-nya mereka. Salah satunya kalau mau short-cut dengan digitalisasi,” kata Setia Diarta.
Penerapan teknologi digital dapat menjadi solusi awal untuk menurunkan emisi dan meningkatkan efisiensi produksi di industri Batam. Dengan demikian, industri dapat lebih mudah memenuhi standar lingkungan internasional dan meningkatkan daya saingnya.
Pentingnya Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Selain energi hijau dan digitalisasi, Kemenperin juga fokus pada pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penerapan SNI bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk industri Batam, sehingga mampu bersaing tidak hanya di pasar ekspor, tetapi juga di pasar domestik. “Jadi pembinaan kami juga menyasar aspek teknis seperti bagaimana mereka memenuhi standar kualitas, menjaga emisi, dan tetap bisa berkontribusi terhadap pasar dalam negeri,” tutup Setia Diarta.
Dengan memastikan pemenuhan SNI, produk-produk industri Batam akan memiliki jaminan kualitas dan keamanan yang diakui secara nasional dan internasional. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan daya saing produk di pasar global.
Kemenperin berharap dengan pendekatan yang komprehensif ini, industri di Batam tidak hanya bertumpu pada fasilitas KEK, tetapi juga memiliki daya saing yang tinggi di pasar global melalui penerapan energi hijau, digitalisasi, dan pemenuhan SNI. Dengan demikian, industri di Batam dapat tumbuh secara berkelanjutan dan berkontribusi pada perekonomian nasional.