Menag Dorong Ekoteologi Masuk Kurikulum Pendidikan Agama
Menteri Agama meminta agar ekoteologi dan pelestarian lingkungan diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan agama untuk membentuk generasi yang bertanggung jawab terhadap bumi dan toleran dalam keberagaman.
Jakarta, 22 Januari 2024 - Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, menginstruksikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam untuk memasukkan materi ekoteologi dan pelestarian alam ke dalam kurikulum pendidikan agama. Langkah ini dinilai penting untuk membentuk generasi muda yang peduli lingkungan.
Pengumuman tersebut disampaikan Menag saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, dengan tema 'Execution Matters! Beres Ya!'. Menag menekankan pentingnya pendidikan agama yang relevan dengan tantangan zaman, khususnya krisis lingkungan. Konsep khalifah dalam Islam, menurutnya, menjadi dasar moral untuk mengajarkan siswa menjaga lingkungan hidup, sesuai pesan Al Quran dan Hadis yang melarang perusakan bumi.
Menag memaparkan tiga fokus utama pengembangan pendidikan agama ke depan: isu lingkungan, toleransi, dan nasionalisme. Ekoteologi, yang membahas interrelasi antara ajaran agama dan alam, diyakini sebagai pendekatan tepat untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pelestarian alam. Harapannya, pelestarian lingkungan menjadi bagian integral dari ibadah dan tanggung jawab manusia.
Selain ekoteologi, penguatan toleransi juga menjadi prioritas. Menag menyebut 'Kurikulum Cinta' sebagai pendekatan inovatif untuk menanamkan nilai moderasi beragama, khususnya dalam Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis di tengah keberagaman, serta menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
Pilar ketiga adalah nasionalisme. Menag menekankan pentingnya pendidikan sejarah, penguatan budaya lokal, dan penghayatan nilai-nilai Pancasila untuk menumbuhkan cinta tanah air. Pendidikan agama diharapkan menjadi benteng untuk menjaga identitas nasional di tengah globalisasi, sehingga generasi muda memiliki wawasan global tanpa kehilangan akar budaya dan cinta tanah air. Nasionalisme, menurut Menag, bukan sekadar slogan, melainkan ruh dari setiap kebijakan pendidikan.
Integrasi ekoteologi dalam kurikulum pendidikan agama merupakan langkah progresif. Dengan menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan kepedulian lingkungan, diharapkan akan tercipta generasi yang bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Kurikulum yang inklusif dan berimbang ini diharapkan dapat menghasilkan individu yang beriman, toleran, dan cinta tanah air. Menarik untuk melihat bagaimana implementasi kebijakan ini akan berjalan dan dampaknya terhadap pendidikan agama di Indonesia.