Mengapa Sinergi Tripartit Kunci Indonesia Tembus Pasar Baru? Kadin Ungkap Pendekatan BIG
Kadin menilai sinergi tripartit antara bisnis, intelektual, dan pemerintah adalah kunci utama Indonesia menembus pasar baru, termasuk China, di tengah ketidakpastian global.
Jakarta, Indonesia – Sinergi tripartit antara sektor bisnis, intelektual, dan pemerintah dinilai menjadi strategi krusial bagi Indonesia. Pendekatan ini bertujuan untuk membuka akses ke pasar perdagangan alternatif baru di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT), Jona Widhagdo Putri, menegaskan pentingnya kolaborasi ini. Menurutnya, sinergi ini memungkinkan Indonesia untuk tidak hanya bergantung pada satu benua atau negara dalam aktivitas ekonominya.
Langkah strategis ini menjadi relevan mengingat kondisi geopolitik dan ekonomi dunia yang tidak menentu. Pembukaan pasar baru, seperti China, menjadi prioritas untuk memperkuat posisi ekonomi Indonesia di kancah internasional.
Pendekatan BIG dalam Membangun Sinergi Tripartit
Sinergi tripartit yang diusung Kadin dikemas melalui pendekatan inovatif yang dikenal sebagai BIG. BIG merupakan akronim dari Business (Bisnis), Intellectual (Intelektual), dan Government (Pemerintah serta Tata Kelolanya).
Dalam kerangka ini, peran intelektual dan pakar menjadi sangat vital. Kebijakan atau policy yang dirumuskan harus senantiasa didasarkan pada kajian mendalam dan data yang akurat. Hal ini memastikan setiap keputusan memiliki landasan yang kuat dan relevan dengan kondisi pasar.
Selanjutnya, sektor pemerintah bertanggung jawab atas tata kelola dan implementasi kebijakan tersebut. Pemerintah memastikan regulasi mendukung iklim bisnis yang kondusif dan memfasilitasi akses ke pasar baru. Sementara itu, sektor bisnis berperan aktif dalam mengimplementasikan kebijakan dan meraih manfaat ekonomi dari sinergi ini.
Diversifikasi Pasar di Tengah Ketidakpastian Global
Upaya diversifikasi pasar menjadi semakin mendesak di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global. Keputusan Amerika Serikat memberlakukan tarif resiprokal sebesar 19 persen kepada Indonesia, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya, menuntut Indonesia untuk mencari opsi pasar alternatif.
Jona Widhagdo Putri menekankan bahwa Indonesia harus selalu mencari alternatif tujuan ekspor dan investasi. Ketergantungan pada satu negara dapat meningkatkan risiko ekonomi. Meskipun Amerika Serikat memiliki daya beli tinggi, eksplorasi pasar lain dengan populasi besar seperti China sangat penting.
Menembus pasar Tiongkok menawarkan peluang besar sekaligus tantangan, salah satunya adalah kendala bahasa. Namun, hambatan ini diperkirakan akan terkikis seiring waktu dan perkembangan volume perdagangan antara kedua negara. Edukasi mengenai Authorized Economic Operator (AEO) juga menjadi kunci bagi perusahaan Indonesia untuk masuk ke pasar global, termasuk Tiongkok yang memiliki daya beli luar biasa.
Indonesia, dengan kepemimpinan dan menteri-menteri yang kompeten, diyakini mampu memposisikan diri dengan baik dalam menghadapi kompleksitas geopolitik dan geoekonomi saat ini. Mencari titik temu di tengah tantangan adalah prioritas untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.