Pakar Jelaskan: Transfer Data Pribadi ke AS Bukan Pengalihan, Uni Eropa Saja Sudah Melakukannya
Guru Besar Unpad menegaskan transfer data pribadi ke AS bukan berarti pengalihan data WNI. Ini fenomena lumrah dan tak terhindarkan dalam transaksi bisnis internasional.
Jakarta, 27 Juli 2023 – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Ahmad M. Ramli, memberikan klarifikasi penting mengenai isu transfer data pribadi. Beliau menegaskan bahwa proses transfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) tidak berarti pengalihan pengelolaan seluruh data Warga Negara Indonesia (WNI) kepada Pemerintah AS. Pernyataan ini disampaikan Ramli di Jakarta pada Sabtu, 27 Juli 2023, dalam menanggapi kekhawatiran publik.
Menurut Ramli, transfer data pribadi merupakan fenomena yang lumrah dan tak terhindarkan dalam transaksi bisnis internasional, khususnya di era digital saat ini. Mekanisme transfer data pribadi, baik di tingkat domestik maupun antarnegara, telah berlangsung lama dan menjadi bagian integral dari ekosistem digital global. Oleh karena itu, kekhawatiran akan pengalihan data secara menyeluruh dinilai tidak berdasar.
Ramli juga menyoroti bahwa praktik transfer data pribadi ke AS tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Banyak negara lain, termasuk Uni Eropa yang dikenal memiliki regulasi perlindungan data yang ketat, telah menjalin kesepakatan serupa dengan Pemerintah AS. Hal ini menunjukkan bahwa transfer data pribadi adalah keniscayaan dalam ekonomi digital global.
Fenomena Global dan Keniscayaan Digital
Ramli menjelaskan bahwa transfer data pribadi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari interaksi digital sehari-hari. Ia mencontohkan, ketika seseorang bepergian ke luar negeri, seperti dari Jakarta ke New York, data pribadi mereka akan ditransfer dan diproses melintasi berbagai yurisdiksi. Fenomena ini semakin masif dengan penggunaan platform digital global.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025 menunjukkan bahwa 221.563.479 jiwa pengguna internet di Indonesia telah memberikan data pribadi mereka ke berbagai platform digital. Mulai dari pembuatan akun email, penggunaan Zoom, YouTube, WhatsApp, ChatGPT, hingga Google Maps, semua melibatkan proses transfer dan pemrosesan data antar-teritorial. Tanpa proses ini, layanan dan transaksi digital tidak akan dapat berjalan.
Uni Eropa, dengan transaksi perdagangan senilai 7,1 triliun dolar AS dengan AS, telah mengadopsi EU-US Data Privacy Framework (DPF) yang berlaku sejak 10 Juli 2023. Kesepakatan ini menjadi bukti bahwa negara-negara maju pun mengakui kebutuhan akan transfer data pribadi yang terstruktur dan terlindungi.
Implikasi Kesepakatan Indonesia-AS
Terkait kerja sama Indonesia-AS, transfer data pribadi secara eksplisit disebut sebagai “move personal data out” dalam Fact Sheet Gedung Putih berjudul “The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal”. Ramli menggarisbawahi bahwa lembar fakta tersebut secara jelas menyebut langkah menghapus hambatan perdagangan digital antara kedua negara.
Menurut Ramli, poin pentingnya adalah Indonesia akan mempermudah transfer data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang memiliki perlindungan data memadai di bawah hukum Indonesia. Hal ini merujuk pada mekanisme transfer data pribadi lintas negara secara kasus per kasus, yang bertujuan untuk memastikan aliran data tetap sah dan terlindungi dalam era ekonomi digital yang terus berkembang.
Pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas dalam transaksi digital sekaligus tetap menjaga kerangka perlindungan data yang ada. Ini bukan tentang pengalihan total, melainkan fasilitasi aliran data yang terkontrol untuk mendukung perdagangan dan layanan digital.
Pengawasan dan Kepatuhan Hukum
Meskipun transfer data pribadi adalah keniscayaan, Ramli menekankan bahwa pekerjaan rumah besar bagi pemerintah adalah bagaimana melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi. Hal ini krusial untuk menegakkan kepatuhan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Tujuannya adalah agar transfer data ke mana pun di dunia, tetap dilakukan secara akuntabel dan patuh hukum. Dalam konteks ini, pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi memiliki peran sangat strategis untuk menjalankan ketentuan UU PDP secara optimal. Ramli mendesak pemerintah agar tidak menunda lagi pembentukan lembaga ini demi memastikan perlindungan data pribadi WNI.
Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang konsisten akan memastikan bahwa setiap transfer data pribadi, baik domestik maupun internasional, dilakukan dengan standar keamanan dan privasi yang tinggi, sesuai dengan amanat UU PDP.