Pakar Usul Penambahan Usia Pensiun TNI, Sinkronisasi dengan Polri Jadi Kunci
Guru Besar Unpad, Muradi, mengusulkan penambahan usia pensiun TNI hingga 58-60 tahun, disinkronkan dengan Polri, dengan pengecualian 65 tahun untuk nonkombatan seperti tenaga kesehatan.
Jakarta, 5 Maret 2025 - Wacana perpanjangan usia pensiun prajurit TNI tengah menjadi sorotan. Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Muradi, menyetujui usulan tersebut, namun menekankan pentingnya sinkronisasi dengan usia pensiun anggota Polri. Pernyataan ini disampaikannya menanggapi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Prof. Muradi mengusulkan penambahan usia pensiun untuk bintara dan tamtama TNI dari 53 menjadi 58 tahun, dan untuk perwira dari 58 menjadi 60 tahun. Menurutnya, penambahan ini bukan hal yang mustahil, karena beberapa negara lain juga menerapkan kebijakan serupa. Namun, beliau menegaskan pentingnya harmonisasi kebijakan ini dengan aturan yang berlaku di Kepolisian Republik Indonesia.
Ia juga menjelaskan bahwa usulan penambahan usia pensiun hingga 65 tahun hanya relevan untuk prajurit nonkombatan, terutama di bidang kesehatan militer. "Nonkombatan artinya gini, dia hanya bertugas di kesehatan militer, tetapi tidak mencakup soal pegang komando dan seterusnya. Itu yang paling penting, tetapi itu perlu diatur di PP (peraturan pemerintah)," ujarnya.
Usulan Penambahan Usia Pensiun TNI: Pertimbangan dan Pengecualian
Prof. Muradi memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai perlunya pengaturan khusus terkait usia pensiun prajurit TNI. Beliau mencontohkan dosen di Universitas Pertahanan (Unhan) dan peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang memiliki batas usia pensiun 65 tahun. Hal serupa, menurutnya, juga berlaku untuk tenaga kesehatan di lingkungan TNI.
Lebih lanjut, Prof. Muradi menjelaskan bahwa revisi UU TNI perlu mengatur secara detail prajurit yang berhak atas perpanjangan usia pensiun hingga 65 tahun. Hal ini penting untuk mengakomodasi prajurit yang memiliki jabatan fungsional penting, namun terancam pensiun dini berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Saat ini, Pasal 53 UU TNI mengatur bahwa perwira dapat berdinas hingga usia 58 tahun, sementara bintara dan tamtama hingga usia 53 tahun. Revisi UU ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas dan mengakomodasi kebutuhan akan keahlian dan pengalaman para prajurit senior.
Perlu diingat bahwa usulan ini muncul setelah Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 3-4 Maret 2025, yang membahas masukan dari berbagai pakar dan lembaga swadaya masyarakat terkait RUU TNI. Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI menjadi salah satu isu penting yang dibahas dalam RDPU tersebut.
Sinkronisasi Antar Instansi Penegak Hukum
Pentingnya sinkronisasi kebijakan usia pensiun antara TNI dan Polri menjadi poin krusial yang diangkat oleh Prof. Muradi. Hal ini memastikan keselarasan dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya manusia di kedua instansi penegak hukum tersebut. Konsistensi kebijakan ini juga akan menciptakan sistem yang lebih terintegrasi dan efisien.
Dengan adanya usulan penambahan usia pensiun ini, diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan pensiun dini bagi prajurit yang masih memiliki peran penting dalam institusi. Namun, perlu diingat bahwa implementasi kebijakan ini membutuhkan perencanaan dan pengaturan yang matang agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Proses revisi UU TNI dan penyusunan peraturan pemerintah terkait masih memerlukan kajian lebih lanjut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan adil, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan TNI dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara.
Kesimpulannya, usulan penambahan usia pensiun TNI, meskipun mendapat dukungan dari pakar, memerlukan perencanaan yang matang dan sinkronisasi dengan kebijakan Polri. Hal ini memastikan efektivitas dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan TNI.