RUU KUHAP: Maqdir Ismail Tekankan Kepastian Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi
Praktisi hukum Maqdir Ismail mendesak RUU KUHAP mengatur kerugian negara secara pasti dalam kasus korupsi agar penetapan tersangka lebih objektif dan sesuai putusan MK.

Jakarta, 5 Maret 2024 - Praktisi hukum terkemuka, Maqdir Ismail, menyoroti pentingnya pengaturan yang jelas terkait kerugian negara dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), khususnya dalam konteks penanganan kasus korupsi. Beliau menekankan perlunya kepastian kerugian negara yang nyata dan pasti sebagai syarat penetapan seseorang sebagai tersangka. Hal ini, menurutnya, sejalan dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam beberapa kasus korupsi terkini, KPK dan Kejaksaan Agung sering menetapkan tersangka berdasarkan keterangan saksi dan ahli. Namun, Maqdir Ismail mempertanyakan kredibilitas beberapa ahli yang digunakan. "Ahli manajemen ini hanya ditanya apakah menurut dia kalau transaksi seperti ini akan merugikan atau tidak, manajemen ini bisa saja bilang ya, ini kemungkinan rugi akan terjadi," ungkap Maqdir dalam rapat pembahasan RUU KUHAP bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada perbuatan yang merupakan delik inti dari pasal yang dipersangkakan. Tanpa bukti yang kuat mengenai kerugian keuangan negara, penetapan tersangka dinilai prematur dan tidak sah. "Kalau orang dituduh korupsi harus ada kerugian keuangan negaranya, minimal itu ada bukti permulaannya," tegas Maqdir.
Penetapan Tersangka dan Perbaikan Sistem Praperadilan
Maqdir Ismail mengusulkan agar RUU KUHAP mengatur secara rinci mekanisme praperadilan, khususnya terkait penetapan tersangka. Ia menekankan pentingnya bukti permulaan yang substansial dan relevan dengan unsur pasal yang dipersangkakan. Bukti tersebut haruslah kuat dan meyakinkan, bukan sekadar dugaan atau kemungkinan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sistem praperadilan yang lebih baik dapat mencegah penetapan tersangka yang keliru dan melindungi hak-hak tersangka. Dengan demikian, proses penegakan hukum akan lebih adil dan objektif.
Menurutnya, aturan yang jelas dan tegas dalam RUU KUHAP terkait bukti kerugian negara akan mencegah penyalahgunaan wewenang dan penetapan tersangka yang tidak berdasar.
Sistem praperadilan yang kuat juga akan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi warga negara.
Penguatan Peran Advokat dalam RUU KUHAP
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa Komisi III tengah aktif berdiskusi dengan berbagai kalangan advokat untuk membahas RUU KUHAP. Komisi III juga telah mengirimkan surat kepada pemerintah, meminta Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Sekretariat Negara untuk membuat daftar inventarisasi masalah (DIM).
Habiburokhman menekankan pentingnya penguatan peran advokat dalam RUU KUHAP. "Ada hal yang paling penting dalam pembahasan RUU KUHAP ini adalah penguatan peran advokat karena di situ juga nanti berikutnya adalah penguatan hak-hak tersangka, karena kita paham sekali," ujarnya.
Penguatan peran advokat ini diharapkan dapat menjamin terselenggaranya proses penegakan hukum yang lebih adil dan berimbang, serta melindungi hak-hak tersangka.
Komisi III DPR RI berkomitmen untuk menghasilkan RUU KUHAP yang komprehensif, berkeadilan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Pembahasan RUU KUHAP ini diharapkan dapat menghasilkan sistem peradilan pidana yang lebih baik dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.