Pakar Hukum Pidana Usul Perkuat Peran Penyidik Kejaksaan dalam RUU KUHAP
Pakar hukum pidana Ismail Rumadan mengusulkan agar RUU KUHAP memperkuat peran penyidik Kejaksaan Agung, khususnya dalam penanganan tindak pidana korupsi, demi peningkatan efektivitas penegakan hukum.

Jakarta, 22 Maret 2024 - Pakar hukum pidana Universitas Nasional, Ismail Rumadan, menyoroti pentingnya penguatan peran penyidik Kejaksaan Agung dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menetapkan jaksa sebagai penyidik tertentu. Usulan ini muncul di tengah diskusi publik mengenai peran dan wewenang penyidik dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Ismail menekankan produktivitas penyidik Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi (tipikor). Menurutnya, rumusan dalam KUHAP perlu diperbaiki untuk mengatasi kelemahan yang selama ini ada dalam proses penyidikan tipikor. "Penyidik Kejaksaan dalam tindak pidana korupsi (tipikor) sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu.
Lebih lanjut, Ismail juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses pembahasan RUU KUHAP. Hal ini terkait dengan beredarnya draf yang membatasi penyidik kejaksaan hanya pada kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Ia meminta Komisi III DPR RI untuk memastikan keterbukaan akses draf RUU bagi publik dan mendorong partisipasi publik dalam proses penyusunannya. "Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif," tegasnya.
RUU KUHAP dan Peran Penyidik Tertentu
Draf RUU KUHAP yang beredar pada Kamis (20/3) menyebutkan dalam Pasal 6 ayat (1): "Penyidik terdiri atas penyidik Polri, PPNS, dan penyidik tertentu." Penjelasan lebih lanjut menyebutkan bahwa penyidik tertentu mencakup penyidik KPK, penyidik Kejaksaan, dan penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7 ayat (2) menjelaskan bahwa PPNS dan penyidik tertentu memiliki wewenang berdasarkan UU yang menjadi dasar hukumnya. Dengan demikian, penyidik Kejaksaan tetap berwenang sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Hal ini memastikan bahwa Kejaksaan tetap memiliki landasan hukum yang kuat dalam menjalankan tugas penyidikannya.
Namun, kekhawatiran muncul mengenai kemungkinan pembatasan peran penyidik Kejaksaan hanya pada kasus-kasus tertentu. Oleh karena itu, usulan penguatan peran penyidik Kejaksaan dalam RUU KUHAP menjadi penting untuk memastikan efektivitas penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi.
Transparansi dan Partisipasi Publik
Ismail Rumadan juga menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU KUHAP. Keterbukaan informasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi akan menjamin terwujudnya peraturan perundang-undangan yang aspiratif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan keterlibatan publik, diharapkan RUU KUHAP yang dihasilkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan aspirasi, serta mampu menjawab tantangan penegakan hukum di Indonesia. Partisipasi publik juga dapat meminimalisir potensi kontroversi dan memastikan bahwa RUU KUHAP disusun secara demokratis dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
Proses legislasi yang transparan dan partisipatif akan memperkuat legitimasi RUU KUHAP dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Hal ini penting untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia berjalan efektif dan berkeadilan.
Secara keseluruhan, usulan penguatan peran penyidik Kejaksaan dan pentingnya transparansi dalam proses pembahasan RUU KUHAP merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan efektivitas penegakan hukum di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memberikan kontribusi positif bagi penegakan hukum yang lebih baik dan berkeadilan.