DPR Pastikan Kejaksaan Tetap Berwenang Usut Tipikor dalam RKUHAP
Komisi III DPR RI menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tetap berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) meskipun terdapat revisi dalam RUU KUHAP.

Jakarta, 24 Maret 2024 - Polemik terkait kewenangan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor) pasca revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akhirnya terjawab. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memastikan bahwa Kejaksaan Agung tetap memiliki wewenang penuh dalam melakukan penyidikan tipikor.
Pernyataan ini disampaikan Habiburokhman dalam konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama para pakar hukum di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Konferensi pers ini diadakan untuk meluruskan kesalahpahaman publik terkait Pasal 6 draf RUU KUHAP yang sempat menimbulkan interpretasi bahwa Kejaksaan Agung kehilangan kewenangannya dalam penyidikan tipikor.
Penjelasan penting ini muncul sebagai respons terhadap informasi yang beredar luas di masyarakat. Banyak yang mengartikan Pasal 6 sebagai penghapusan kewenangan penyidikan tipikor oleh Kejaksaan Agung. Namun, Habiburokhman dengan tegas membantah interpretasi tersebut dan menjelaskan konteks sebenarnya dari pasal tersebut.
Penjelasan Mengenai Kewenangan Kejaksaan dalam RUU KUHAP
Habiburokhman menjelaskan bahwa Pasal 6 RUU KUHAP yang sempat menimbulkan kontroversi, sebenarnya merujuk pada penyidik Kejaksaan dalam konteks pelanggaran HAM berat. "Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat," ujarnya. Ia menekankan bahwa draf RUU KUHAP yang telah dikirimkan kepada publik secara jelas mencantumkan penyidik Kejaksaan dalam konteks tipikor dan pelanggaran HAM berat.
Lebih lanjut, Habiburokhman menjelaskan bahwa RUU KUHAP tidak mengatur secara spesifik kewenangan institusi penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung. RUU ini hanya memberikan contoh dari praktik yang sudah berjalan. "Memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku," tegasnya. Dengan demikian, kewenangan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus tipikor tetap terjamin dan tidak terpengaruh oleh revisi RUU KUHAP.
Komisi III DPR RI juga menekankan bahwa penyebutan contoh penyidik Kejaksaan dalam konteks tipikor di dalam RUU KUHAP merupakan penegasan atas kewenangan yang sudah ada. Hal ini bertujuan untuk menghindari interpretasi yang keliru dan memastikan proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan.
Proses Pembahasan RUU KUHAP
Pembahasan RUU KUHAP sendiri telah memasuki babak baru. Setelah menerima Surat Presiden (Surpres) pada 20 Maret 2024, Komisi III DPR RI segera mengagendakan pembahasan bersama Pemerintah. "Draf final Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Pak Prabowo Subianto," kata Habiburokhman sebelumnya.
Dengan demikian, isu mengenai kewenangan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus tipikor telah terselesaikan. Kejelasan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya misinterpretasi terhadap substansi RUU KUHAP. Proses pembahasan RUU KUHAP akan terus berlanjut dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak untuk menghasilkan undang-undang yang lebih baik dan berkeadilan.
Kejelasan mengenai kewenangan Kejaksaan Agung ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Komisi III DPR RI berkomitmen untuk memastikan bahwa revisi RUU KUHAP tidak akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Proses legislasi RKUHAP terus berlanjut, dengan harapan menghasilkan aturan yang lebih efektif dan efisien dalam penegakan hukum di Indonesia.