KUHAP Harus Terbit Sebelum KUHP Baru Berlaku, Kata Pakar Hukum Unair
Pakar hukum Unair, Prof. Sadjijono, menekankan pentingnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disahkan sebelum KUHP baru berlaku pada 2026 untuk menghindari tumpang tindih dan penyalahgunaan kekuasaan.

Sidoarjo, Jawa Timur, 21 April 2024 - Perdebatan mengenai kesiapan sistem hukum Indonesia menyambut berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru terus berlanjut. Prof. Dr. Sadjijono, S.H., M.Hum., pakar hukum dan Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus disahkan dan berlaku sebelum KUHP baru diterapkan pada 1 Januari 2026. Pernyataan ini disampaikan dalam Seminar Nasional Kajian Ilmu Kepolisian di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Prof. Sadjijono, keberadaan KUHAP yang telah disusun dengan baik menjadi sangat krusial. KUHAP dibutuhkan sebagai payung hukum dan pedoman operasional bagi aparat penegak hukum (APH) dalam menjalankan tugasnya berdasarkan KUHP yang baru. Tanpa KUHAP yang terintegrasi, implementasi KUHP baru berpotensi menimbulkan masalah dan kekacauan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Ia menegaskan, "Harapan saya, KUHAP harus sudah terbit dan berlaku sebelum KUHP baru berlaku pada 1 Januari 2026."
Seminar yang digelar bekerja sama antara Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan Universitas Airlangga ini bertujuan meningkatkan kesadaran mahasiswa dan masyarakat tentang RKUHAP dan masa depan penegakan hukum di Indonesia. Diskusi ini menjadi penting mengingat potensi kompleksitas yang akan dihadapi dalam transisi sistem hukum pidana di Indonesia.
Diferensiasi Fungsional APH dan Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Dalam seminar tersebut, Prof. Sadjijono juga menyoroti pentingnya diferensiasi fungsional bagi setiap APH. Hal ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, serta meminimalisir potensi tumpang tindih kewenangan dan konflik kepentingan antar lembaga penegak hukum. Ia menilai bahwa BAB I RKUHAP tentang Ketentuan Umum telah membuka peluang untuk mewujudkan diferensiasi fungsional tersebut.
Meskipun mengakui bahwa RKUHAP versi terbaru sudah jauh lebih baik dari versi sebelumnya (2023), Prof. Sadjijono tetap mencermati potensi kelemahan. Ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan terkait usulan saksi mahkota. Dalam RKUHAP, usulan pemberian status saksi mahkota diberikan kepada APH, yang berpotensi meringankan hukuman pelaku dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
Prof. Sadjijono menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap proses penawaran saksi mahkota ini. Ia berencana memberikan sejumlah rekomendasi kepada Komisi III DPR RI untuk memastikan proses tersebut berjalan transparan dan akuntabel, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta memastikan perlindungan bagi saksi mahkota itu sendiri. "Ini tugas kami sebagai pakar hukum untuk terus mengkaji RKUHAP dan menerbitkan rekomendasi kepada DPR RI sehingga nanti saat disahkan, KUHAP dapat menjadi peraturan pelaksana yang baik terhadap KUHP," tegasnya.
Rekomendasi untuk DPR RI dan Masa Depan Penegakan Hukum
Kesimpulannya, Prof. Sadjijono memberikan perhatian serius terhadap kesiapan sistem hukum Indonesia dalam menghadapi implementasi KUHP baru. Ia menekankan pentingnya KUHAP sebagai landasan hukum yang kuat dan terintegrasi untuk menjamin proses penegakan hukum yang efektif, efisien, dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan. Rekomendasi-rekomendasi yang akan disampaikan kepada DPR RI diharapkan dapat menjadi pertimbangan penting dalam penyempurnaan RKUHAP dan memastikan kesiapan sistem hukum Indonesia dalam menghadapi era baru penegakan hukum.
Seminar ini menjadi bukti nyata komitmen akademisi dalam mengawal proses legislasi dan memastikan terwujudnya sistem hukum yang adil dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan lembaga legislatif, sangat dibutuhkan untuk memastikan transisi yang lancar dan efektif menuju sistem hukum pidana yang lebih modern dan berkeadilan.
Dengan adanya perhatian serius dari para pakar hukum seperti Prof. Sadjijono, diharapkan proses penyusunan dan pengesahan KUHAP dapat berjalan dengan baik dan terintegrasi dengan KUHP baru, sehingga tercipta sistem penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia.