Revisi UU Kejaksaan-KUHAP: Dampak dan Potensi Penyalahgunaan Wewenang
Direktur Eksekutif Lemkapi menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan dan penyalahgunaan kekuasaan akibat revisi UU Kejaksaan dan KUHAP yang memberikan Jaksa pengendalian penuh atas perkara.
![Revisi UU Kejaksaan-KUHAP: Dampak dan Potensi Penyalahgunaan Wewenang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191710.642-revisi-uu-kejaksaan-kuhap-dampak-dan-potensi-penyalahgunaan-wewenang-1.jpg)
Jakarta, 11 Februari 2024 - Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menjadi sorotan. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Pengembangan Hukum Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi dampak negatif dari revisi tersebut.
Kekhawatiran Terhadap Tumpang Tindih Kewenangan
Edi Hasibuan menekankan potensi tumpang tindih kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan sebagai dampak utama revisi UU. Penerapan asas dominus litis, yang memberikan Jaksa kendali penuh atas suatu perkara, dikhawatirkan akan menciptakan ketidakseimbangan di antara penegak hukum. "Harus ada keseimbangan dalam hukum. Asas dominus litis akan menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak berlanjut ke pengadilan atau langsung dihentikan," ujar Edi dalam keterangannya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa revisi ini berpotensi memperluas kewenangan Kejaksaan RI secara signifikan. Kejaksaan tidak hanya berperan sebagai penuntut umum, tetapi juga dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahkan mengintervensi proses penyidikan yang dilakukan kepolisian. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya praktik intervensi yang tidak terkontrol.
Potensi Penyalahgunaan Wewenang
Kekhawatiran lain yang disampaikan Edi adalah potensi penyalahgunaan wewenang. Dengan kewenangan yang diperluas, Jaksa berpotensi menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan, yang sebelumnya merupakan kewenangan kehakiman. "Kami melihat perlu check and balances dan wacana ini perlu dipertimbangkan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan," tegasnya.
Lemkapi mendesak dilakukannya pengkajian yang mendalam dan komprehensif sebelum revisi UU Kejaksaan dan KUHAP disahkan. Tujuannya adalah untuk memastikan penerapan aturan yang adil dan mencegah penyalahgunaan wewenang. Proses revisi harus mempertimbangkan aspek keseimbangan kekuasaan antar lembaga penegak hukum.
Revisi UU Masuk Prolegnas Prioritas 2025
Diketahui, revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah ditetapkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 oleh DPR RI. Komisi III DPR RI menargetkan KUHAP yang baru dapat berlaku bersamaan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada 1 Januari 2026. Target ini didasarkan pada semangat politik hukum KUHAP yang harus selaras dengan KUHP.
Kesimpulan
Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP menyimpan potensi positif dan negatif. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, perlu diwaspadai potensi tumpang tindih kewenangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, proses revisi harus dilakukan secara hati-hati, transparan, dan melibatkan berbagai pihak untuk memastikan terwujudnya sistem penegakan hukum yang adil dan seimbang.
Penting untuk diingat bahwa perlu adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang mungkin timbul dari perluasan kewenangan Kejaksaan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga integritas sistem peradilan pidana di Indonesia.