Revisi KUHAP-KUHP: Jalan Menuju Reformasi Kepolisian?
YLBHI menilai revisi KUHAP dan KUHP sebagai langkah krusial dalam mereformasi kepolisian, memastikan kontrol kewenangan, dan penegakan hukum yang demokratis, transparan, dan akuntabel, seiring implementasi KUHP baru pada 2026.

Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, menyatakan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi kunci reformasi kepolisian. Pernyataan ini disampaikan dalam seminar "Reposisi Polri dalam Sistem Peradilan Pidana" di Jakarta, Kamis (30/1).
Menurut Arif, revisi KUHAP mendesak, terutama setelah berlakunya KUHP baru pada 2026. Ia menekankan revisi ini sebagai upaya perbaikan dan reformasi institusi kepolisian yang signifikan.
Mengapa revisi KUHAP penting? Revisi ini bertujuan untuk memastikan pengawasan yang ketat terhadap wewenang kepolisian, terutama dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang dapat membatasi hak asasi manusia.
Bagaimana revisi ini akan memperbaiki situasi? YLBHI berharap revisi akan menghasilkan penegakan hukum yang lebih demokratis, transparan, bertanggung jawab, dan tidak sewenang-wenang. Proses hukum akan lebih berpihak pada keadilan dan HAM.
Komisi III DPR telah memasukkan usulan revisi KUHAP ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Langkah ini merupakan bagian dari persiapan implementasi KUHP nasional yang berlaku mulai 2 Januari 2026.
Dengan masuknya revisi KUHAP ke Prolegnas, pembahasan dan penyusunannya ditargetkan selesai pada tahun 2025. Hal ini untuk memastikan keselarasan dan kesiapan aturan pelaksana KUHP yang baru.
Kesimpulannya, revisi KUHAP dan KUHP diharapkan menjadi katalis perubahan signifikan dalam reformasi kepolisian. Proses ini akan memastikan akuntabilitas dan penegakan hukum yang lebih adil bagi seluruh masyarakat. Langkah Komisi III DPR memasukkannya ke Prolegnas 2025 menunjukkan komitmen untuk mewujudkan reformasi tersebut.