Revisi KUHAP: Wamenkum Tekankan Pemisahan Tugas Polisi, Jaksa, dan Hakim
Wakil Menteri Hukum dan HAM menekankan pentingnya pemisahan tugas polisi, jaksa, dan hakim serta integrasi keadilan restoratif dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Hiariej, menegaskan perlunya mempertahankan pemisahan tugas antara Kepolisian, Kejaksaan, dan Peradilan dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pernyataan ini disampaikan dalam Seminar Nasional Kebaharuan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP pada Jumat lalu di Jakarta. Revisi KUHAP ini dinilai krusial untuk mendukung implementasi KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Menurut Wamenkumham, yang akrab disapa Eddy, pemisahan tugas tersebut merupakan asas fundamental dalam sistem peradilan pidana Indonesia. "Polisi adalah penyidik utama untuk seluruh tindak pidana. Sementara jaksa melakukan tugas penuntutan dan hakim melaksanakan tugas untuk mengadili," tegas Eddy. Ia juga menjelaskan peran penyidik pendukung, seperti PPNS, yang membantu kepolisian namun tetap berada di bawah koordinasi dan supervisi Polri.
Selain pemisahan tugas, Eddy juga menyoroti pentingnya integrasi keadilan restoratif (restorative justice) dalam revisi KUHAP. Ia berharap restorative justice menjadi bagian integral dari sistem peradilan pidana, selaras dengan semangat KUHP baru. Penerapan keadilan restoratif, menurutnya, bisa dilakukan pada berbagai tahap proses hukum, mulai dari penyidikan hingga pengadilan, bahkan bagi narapidana dengan persyaratan tertentu.
Pemisahan Tugas dan Keadilan Restoratif: Pilar Revisi KUHAP
Revisi KUHAP yang tengah dibahas DPR RI ini bertujuan untuk menyelaraskan hukum acara pidana dengan KUHP baru. Pemisahan tugas yang jelas antara polisi, jaksa, dan hakim menjadi kunci utama dalam menjaga independensi dan akuntabilitas masing-masing lembaga penegak hukum. Hal ini akan mencegah potensi konflik kepentingan dan memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan.
Integrasi keadilan restoratif juga menjadi poin penting dalam revisi ini. Keadilan restoratif menekankan pada penyelesaian konflik secara damai dan restorative, dengan fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Penerapannya diharapkan dapat mengurangi angka kriminalitas dan menciptakan rasa keadilan yang lebih komprehensif.
Dengan adanya revisi KUHAP ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia akan semakin efektif, efisien, dan berkeadilan. Pemisahan tugas yang tegas dan integrasi keadilan restoratif akan menjadi landasan kokoh dalam menegakkan hukum di Indonesia.
Proses Legislasi dan Urgensi Revisi KUHAP
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 18 Februari 2025. Setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangannya, RUU ini resmi menjadi RUU usul inisiatif DPR RI dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Komisi III DPR RI telah memulai pembahasan RUU KUHAP dengan mengundang berbagai pihak, termasuk Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Urgensi pembahasan RUU ini sangat tinggi karena berkaitan erat dengan berlakunya KUHP baru pada 2 Januari 2026. KUHAP sebagai hukum formal harus selaras dengan KUHP sebagai hukum materiil agar sistem peradilan pidana berjalan secara terintegrasi dan efektif.
Proses revisi KUHAP ini diharapkan dapat menghasilkan aturan hukum yang lebih modern, responsif terhadap perkembangan zaman, dan mampu memberikan rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, revisi KUHAP ini akan menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem peradilan pidana Indonesia.
Kesimpulannya, revisi KUHAP ini merupakan langkah penting dalam penyempurnaan sistem peradilan pidana Indonesia. Dengan mempertahankan pemisahan tugas dan mengintegrasikan keadilan restoratif, diharapkan sistem hukum Indonesia akan semakin berkeadilan dan efektif dalam menegakkan hukum.