KUHP Baru: Indonesia Bergeser ke Keadilan Restoratif
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Hiariej menjelaskan KUHP baru Indonesia bergeser dari paradigma hukuman berat ke pendekatan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Indonesia akan segera memasuki babak baru dalam sistem peradilan pidana. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) baru, resmi berlaku 2 Januari 2026, menandai pergeseran paradigma hukum pidana di Indonesia. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Hiariej, menyatakan bahwa perubahan ini bertujuan untuk menggeser fokus dari hukuman berat ke pendekatan yang lebih korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Selama ini, persepsi masyarakat Indonesia terhadap hukum pidana masih didominasi oleh pandangan yang menekankan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan. Hal ini, menurut Hiariej, merupakan paradigma usang, warisan dari zaman Hammurabi. Pandangan ini telah membentuk karakter masyarakat Indonesia selama ini.
Berbeda dengan banyak negara lain yang telah meninggalkan pendekatan lex talionis (hukum balas dendam) – dimana hukuman harus sebanding dengan kejahatan yang dilakukan – Indonesia kini berupaya mengubah hal tersebut. Perubahan paradigma ini, diakui Hiariej, merupakan tantangan besar. Namun, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang KUHP baru demi membentuk pemahaman baru tentang hukum pidana di Indonesia.
KUHP baru menekankan tiga prinsip utama: keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Keadilan korektif berfokus pada penyelesaian kesalahan pelaku melalui koreksi, yang tidak selalu berupa sanksi pidana. "Koreksi tidak harus berupa sanksi pidana; ada juga sanksi tindakan," kata Hiariej dalam webinar tentang UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Kamis lalu.
Lebih lanjut, keadilan restoratif bertujuan untuk membantu korban memulihkan keadaan mereka dan memulihkan ketertiban sosial yang terganggu akibat tindak pidana. Sementara itu, keadilan rehabilitatif bertujuan untuk mendukung baik pelaku maupun korban. Dalam paradigma ini, pelaku kejahatan tidak hanya dikoreksi dan dihukum, tetapi juga direhabilitasi.
Penerapan KUHP baru diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Perubahan ini menandai upaya Indonesia untuk memperbaiki sistem peradilannya dan lebih menekankan pada pemulihan dan rehabilitasi, bukan hanya pada hukuman semata. Kesuksesan perubahan ini tentu bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dan pemahaman yang tepat tentang prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
Dengan perubahan ini, Indonesia berharap dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih manusiawi, efektif, dan berkeadilan bagi semua pihak yang terlibat. Pemerintah akan terus berupaya untuk mensosialisasikan KUHP baru kepada masyarakat luas, agar implementasinya berjalan dengan lancar dan efektif.