Wamenkumham Sorot Pergeseran Paradigma Hukum Pidana di Indonesia
Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Edward Omar Sharif Hiariej menyoroti pergeseran paradigma hukum pidana Indonesia menuju pendekatan modern dan berkeadilan, ditandai dengan KUHP baru yang lebih menekankan keadilan restoratif dan perlakuan hukum terhadap korp

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Edward Omar Sharif Hiariej, baru-baru ini menyoroti perubahan besar dalam sistem hukum pidana Indonesia. Perubahan ini menandai pergeseran paradigma menuju pendekatan yang lebih modern dan berkeadilan, meninggalkan sistem lama yang dianggap terlalu fokus pada hukuman penjara.
Sorotan utama Wamenkumham adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. KUHP yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 ini meninggalkan pendekatan retributif—yang menekankan hukuman berat—dan mulai mengadopsi keadilan restoratif. Hal ini berarti penyelesaian konflik lebih difokuskan pada pemulihan bagi korban dan pelaku, bukan hanya hukuman semata. Wamenkumham menyampaikan hal ini dalam Webinar Nasional bertajuk "Paradigma Modern dalam KUHP Baru", di Pangkalpinang, 30 Januari 2024.
Salah satu perubahan signifikan adalah pengakuan korporasi sebagai subjek hukum. Sebelumnya, korporasi sering lolos dari jerat hukum. Kini, KUHP baru memberikan ancaman denda yang lebih tinggi bagi korporasi dibandingkan individu. Sanksi lain meliputi pembayaran ganti rugi, pencabutan izin usaha, bahkan pembubaran korporasi. Ini menjadi langkah penting dalam penegakan hukum yang lebih adil dan efektif.
Lebih lanjut, Wamenkumham menjelaskan bahwa hakim diberikan kewenangan lebih besar dalam mempertimbangkan keadilan. Keputusan hakim tidak lagi hanya didasarkan pada kepastian hukum semata. Faktor-faktor seperti motif pelaku, kondisi sosial ekonomi, dampak pada korban, dan nilai keadilan di masyarakat harus dipertimbangkan dalam menentukan hukuman. Ini menunjukkan pendekatan yang lebih holistik dan manusiawi dalam penegakan hukum.
Sosialisasi KUHP baru terus digencarkan. Kepala BPSDM Hukum, Gusti Ayu Putu Suwardani, menjelaskan bahwa webinar tersebut merupakan bagian dari upaya BPSDM Hukum dan HAM untuk mensosialisasikan KUHP baru kepada masyarakat luas. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih memahami perubahan sistem hukum pidana Indonesia dan memperkuat kompetensi SDM di bidang hukum.
Webinar yang diselenggarakan di Kampus Politeknik Pengayoman Indonesia ini merupakan implementasi dari cita-cita Presiden dan Wakil Presiden dalam penguatan SDM dan reformasi hukum. Harapannya, dengan pemahaman yang lebih baik terhadap KUHP, masyarakat akan lebih taat hukum dan aktif menjaga keamanan lingkungan sekitar. Kegiatan ini juga mendapat dukungan penuh dari Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.
BPSDM Hukum berkomitmen untuk terus mendukung reformasi hukum melalui pelatihan dan sosialisasi berkelanjutan. Media sosial juga akan dimaksimalkan sebagai platform edukasi hukum bagi masyarakat. Webinar yang diikuti lebih dari 5000 peserta dari berbagai kalangan ini, dilakukan secara hybrid, baik daring melalui Zoom Meeting dan Youtube Channel BPSDM Hukum, maupun luring.
Dengan sosialisasi yang intensif dan perubahan paradigma yang berfokus pada keadilan, diharapkan KUHP baru dapat mewujudkan sistem hukum pidana Indonesia yang lebih modern, berkeadilan, dan efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.