Sosialisasi KUHP Nasional 2026: Tantangan dan Persiapan
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan tantangan sosialisasi dan implementasi KUHP Nasional 2026, termasuk perubahan paradigma hukum pidana dan proses pembuatannya yang panjang.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, baru-baru ini memaparkan upaya sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang akan berlaku pada 2026. Sosialisasi ini penting karena KUHP mengubah paradigma hukum pidana di Indonesia.
Webinar Sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP digelar di Auditorium Prof. Muladi Politeknik Pengayoman Indonesia, Tangerang, Banten, Kamis lalu. Wamenkumham menekankan perlunya perubahan paradigma dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Perubahan ini tidak mudah, karena selama ini, paradigma yang digunakan belum sepenuhnya bergeser.
KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022 memiliki visi utama untuk mengubah paradigma hukum pidana. Hal ini merupakan tantangan besar dalam implementasinya. Paradigma baru ini tidak lagi berfokus pada lex talionis atau hukum balas dendam, melainkan mengutamakan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Wamenkumham menambahkan bahwa perubahan paradigma ini dimulai dari aparat penegak hukum, kemudian masyarakat secara keseluruhan. Proses perubahan ini membutuhkan waktu dan usaha yang signifikan.
Proses pembuatan KUHP sendiri memakan waktu yang sangat lama, lebih dari 60 tahun, jika dihitung sejak izin prakarsa pada 1957. Bahkan jika dihitung sejak rancangan pertama masuk ke DPR pada 1963, proses pembuatannya mencapai 59 tahun. Namun, Wamenkumham menjelaskan bahwa waktu tersebut masih tergolong wajar jika dibandingkan dengan negara lain. Sebagai contoh, Belanda membutuhkan waktu 70 tahun untuk membuat Wetboek van Strafrecht (WvS).
Proses pembuatan KUHP yang panjang ini disebabkan oleh kompleksitas Indonesia sebagai negara yang multietnis, multireligi, dan multikultur. Perdebatan panjang terjadi di antara para pembentuk UU, masyarakat, pemerintah, DPR, dan tim ahli penyusun KUHP.
Kepala BPSDM Hukum Kementerian Hukum dan HAM, Gusti Ayu Putu Suwardani, menjelaskan bahwa webinar tersebut bertujuan untuk edukasi, diskusi, dan penyelarasan persepsi terkait implementasi KUHP. Webinar ini diharapkan dapat mendorong sinergi antara berbagai pihak untuk mewujudkan implementasi KUHP yang efektif dan berkeadilan pada awal 2026.