Pakar Hukum Jember Kritik RUU KUHAP: Potensi Kekacauan dan Keadilan Semu
Diskusi di Jember ungkap kekhawatiran sejumlah pakar dan praktisi hukum terhadap RUU KUHAP yang dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan sistem peradilan dan keadilan semu jika disahkan tanpa revisi yang bijak.
![Pakar Hukum Jember Kritik RUU KUHAP: Potensi Kekacauan dan Keadilan Semu](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/07/020024.024-pakar-hukum-jember-kritik-ruu-kuhap-potensi-kekacauan-dan-keadilan-semu-1.jpeg)
Jember, Jawa Timur, 7 Februari 2024 - Diskusi hangat seputar Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda di Jember, Jawa Timur. Acara yang bertajuk 'RUU KUHAP: Jalan Menuju Penegakan Hukum yang Setara' ini menghadirkan pakar dan praktisi hukum terkemuka untuk membahas secara mendalam potensi dampak dari RUU kontroversial ini.
Kekhawatiran terhadap RUU KUHAP
Para narasumber, termasuk Ketua APTHN-HAN Prof. Noor Harisudin, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember Ahmad Suryono, dan DPC Peradi Jember Lutfian Ubaidillah, mengungkapkan sejumlah kekhawatiran terhadap RUU KUHAP. Prof. Noor Harisudin menekankan pentingnya perumusan RUU KUHAP yang bijak. Beliau memperingatkan potensi kekacauan dalam sistem peradilan pidana Indonesia jika RUU ini disahkan tanpa pertimbangan matang. Partisipasi publik, menurutnya, sangat krusial dalam proses pembentukan RUU ini, melibatkan akademisi, praktisi, dan masyarakat luas.
Lebih lanjut, Prof. Harisudin menyoroti perlunya evaluasi mendalam terhadap kelemahan KUHAP lama. RUU yang baru, menurutnya, harus menghindari kesalahan serupa dan tidak menciptakan masalah baru. Salah satu poin krusial yang dikritik adalah penghapusan tahap penyelidikan. Prof. Harisudin berpendapat bahwa tahap ini sangat penting untuk memastikan kelayakan suatu perkara naik ke tahap penyidikan, dan penghapusannya dapat mengancam prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Pemangkasan Kewenangan dan Keadilan Semu
Dekan FH Unmuh Jember, Ahmad Suryono, mempertanyakan motif di balik pemangkasan kewenangan aparat penegak hukum (APH) dalam RUU KUHAP. Beliau khawatir revisi ini justru akan menciptakan keadilan yang semu dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Meskipun RUU KUHAP baru bertujuan untuk mempercepat proses peradilan, Suryono menekankan bahwa kecepatan tidak selalu menjamin keadilan. Sistem peradilan pidana, tegasnya, harus menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian agar tidak merugikan hak-hak masyarakat.
Senada dengan itu, Lutfian Ubaidillah dari DPC Peradi Jember juga mengkritik RUU KUHAP. Ia menilai RUU tersebut masih memiliki banyak kekurangan dan cenderung mengurangi kewenangan beberapa APH. Ubaidillah menyoroti pasal-pasal yang dianggap mengebiri kewenangan suatu instansi dalam sistem peradilan pidana. Ia menekankan pentingnya penguatan sistem peradilan yang terintegrasi, bukan justru melemahkannya dengan mengurangi kewenangan.
Kesimpulan: Perlunya Revisi yang Komprehensif
Diskusi di Jember menyoroti pentingnya revisi komprehensif terhadap RUU KUHAP. Para pakar dan praktisi hukum sepakat bahwa RUU ini harus dirumuskan dengan bijak, melibatkan partisipasi publik secara luas, dan mempertimbangkan potensi dampaknya terhadap sistem peradilan pidana Indonesia. Kekhawatiran akan munculnya kekacauan dan keadilan semu menjadi sorotan utama, menekankan perlunya pendekatan yang lebih hati-hati dan komprehensif dalam penyusunan RUU KUHAP.
Pernyataan Prof. Noor Harisudin, "Jika RUU KUHAP tidak dirumuskan dengan bijak, maka akan berpotensi menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia," menjadi inti dari diskusi tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi revisi yang matang dan partisipasi publik yang aktif dalam proses pembentukan RUU KUHAP.