Peluang Besar! Wakil Ketua DPR Bahas Peningkatan Status BP Haji Menjadi Kementerian Haji dalam RUU Baru
Wakil Ketua DPR RI membuka diskusi tentang potensi peningkatan status Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Haji, memicu rasa penasaran publik terhadap masa depan pengelolaan ibadah haji.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Cucun Ahmad Syamsurijal, baru-baru ini mengungkapkan adanya pembahasan signifikan. Diskusi tersebut berpusat pada peluang untuk meningkatkan status Badan Penyelenggara (BP) Haji. Peningkatan ini berpotensi mengubahnya menjadi sebuah Kementerian Haji yang mandiri.
Pernyataan ini disampaikan Cucun di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat (15/8). Pembahasan tersebut merupakan bagian integral dari Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sedang digodok. RUU ini mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah.
RUU tersebut, menurut Cucun, kini menghadirkan dua opsi utama terkait status lembaga penyelenggara haji. Opsi pertama adalah mempertahankan statusnya sebagai badan, sementara opsi kedua adalah menaikkan statusnya menjadi kementerian. Perkembangan ini tentu menarik perhatian banyak pihak yang peduli terhadap tata kelola ibadah haji.
Dua Pilihan Status Lembaga Penyelenggara Haji
Dalam kerangka RUU yang sedang dalam proses legislasi, DPR RI dihadapkan pada pilihan krusial. Pilihan ini akan menentukan bentuk kelembagaan yang paling efektif dalam mengelola ibadah haji dan umrah. Apakah struktur BP Haji yang ada saat ini akan dipertahankan, ataukah akan ada transformasi signifikan.
Beberapa anggota DPR RI menyuarakan aspirasi untuk peningkatan status ini. Mereka melihat potensi efisiensi dan peningkatan pelayanan jika pengelolaan haji berada di bawah payung kementerian. Gagasan Kementerian Haji ini diharapkan mampu memberikan fokus yang lebih besar pada urusan haji.
Cucun Ahmad Syamsurijal menegaskan bahwa kedua opsi tersebut masih terbuka. Keputusan akhir akan sangat bergantung pada dinamika pembahasan di parlemen. Proses ini akan mempertimbangkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan calon jemaah haji.
Target Pembahasan RUU Haji di DPR
DPR RI telah menetapkan target ambisius untuk penyelesaian RUU pengelolaan ibadah haji dan umrah. Rancangan undang-undang ini diharapkan dapat rampung dibahas pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026. Hal ini menunjukkan komitmen parlemen untuk segera menghadirkan regulasi yang lebih baik.
Kecepatan pembahasan ini didorong oleh siklus pelaksanaan haji yang membutuhkan persiapan matang. Proses seperti penyusunan basis data jemaah, reservasi zona, dan penentuan lokasi penginapan harus dilakukan jauh-jauh hari. Tujuannya agar jemaah tidak mendapatkan tempat tinggal yang terlalu jauh dari lokasi ibadah utama.
RUU ini secara resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Penetapan tersebut dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, tanggal 19 November 2024. Kemudian, RUU ini ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR RI pada 24 Juli 2025.
Dengan target penyelesaian hingga 2 Oktober 2025, parlemen berharap dapat memberikan kepastian hukum. Kepastian ini sangat penting bagi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di masa mendatang. Regulasi yang kuat akan mendukung pelayanan yang lebih optimal bagi seluruh jemaah.