Selasaikan Program Nuklir Iran Lewat Dialog, Bukan Ancaman Militer
Presiden AS Donald Trump mengancam Iran dengan serangan udara jika tidak ada kesepakatan baru terkait program nuklirnya, memicu ketegangan global dan desakan dari Israel untuk menghapus program nuklir Iran secara paksa.
Presiden AS Donald Trump, yang dikenal pendukungnya sebagai 'kandidat perdamaian', mengancam Iran dengan potensi serangan udara militer AS pada akhir Maret 2025. Ancaman ini muncul dalam wawancara dengan NBC News, di mana Trump menyatakan bahwa jika Iran tidak membuat kesepakatan baru terkait program nuklirnya, akan terjadi pemboman besar-besaran. Kesepakatan yang dimaksud adalah mengenai pembatasan program nuklir Iran, yang telah menjadi sumber ketegangan internasional selama bertahun-tahun. Ancaman ini terjadi setelah AS menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2018.
Program nuklir Iran telah lama menjadi perhatian internasional. Iran berulang kali menegaskan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan sipil, namun banyak pihak yang skeptis. JCPOA, yang disepakati pada 2015 antara Iran dan beberapa negara besar termasuk AS, bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi. Penarikan sepihak AS dari JCPOA di bawah pemerintahan Trump telah meningkatkan ketegangan dan memicu perdebatan internasional mengenai bagaimana menyelesaikan isu ini.
Ancaman Trump dan desakannya untuk negosiasi baru telah mengejutkan Israel, yang selama ini menuduh Iran menjalankan program senjata nuklir rahasia dan menggunakan keringanan sanksi untuk memperkuat militernya. Pernyataan Trump tentang pembicaraan langsung tingkat tinggi antara AS dan Iran juga membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkejut, yang menyatakan bahwa satu-satunya kesepakatan yang dapat diterima adalah penghapusan total program nuklir Iran, bahkan menganjurkan tindakan militer langsung untuk mencapai tujuan tersebut.
Desakan Israel dan Persiapan Militer AS
Netanyahu, seperti dikutip BBC, menginginkan Israel untuk 'masuk, meledakkan fasilitas, dan membongkar semua peralatan, di bawah pengawasan dan eksekusi AS'. AS juga menunjukkan kesiapan militer yang signifikan, dengan laporan dari AP yang menyebutkan Trump menyatakan Israel akan menjadi 'pemimpin' jika ada serangan militer terhadap Iran. Laporan lain menyebutkan pengerahan dua kelompok kapal induk Angkatan Laut AS di wilayah tanggung jawab US Central Command dan enam pesawat bomber B-2 ke pangkalan gabungan AS-Inggris di Diego Garcia.
Rusia, melalui Wakil Menlu Andre Rudenko, menyatakan bahwa meskipun tidak berkewajiban membantu Iran secara militer, Rusia akan menawarkan bantuan dalam bentuk negosiasi antara Teheran dan Washington. Situasi ini menunjukkan peningkatan ketegangan global dan persiapan militer yang signifikan dari pihak AS, sementara Israel secara terbuka menyerukan tindakan militer langsung terhadap Iran.
Meskipun ada ancaman militer, pembicaraan antara AS dan Iran tetap dijadwalkan. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menekankan bahwa negosiasi yang akan berlangsung di Oman bersifat tidak langsung dan meminta AS untuk terlebih dahulu menyetujui bahwa tidak boleh ada 'opsi militer'.
Pertimbangan Strategis dan Risiko Konflik
Terdapat berbagai pertimbangan strategis di balik potensi serangan AS terhadap Iran. Serangan tersebut dapat memperkuat aliansi regional AS, mengganggu jaringan proksi Iran, dan mengalihkan perhatian dari masalah ekonomi domestik AS. Namun, serangan tersebut juga akan meningkatkan ketegangan global, mengganggu pengiriman komoditas penting, dan berpotensi memicu konflik yang lebih besar dan tidak terduga.
Iran memegang posisi strategis dalam perdagangan minyak global, mengendalikan akses ke Selat Hormuz, jalur utama pengiriman minyak. Serangan terhadap Iran berpotensi menyebabkan lonjakan harga minyak, inflasi global, dan guncangan pasar keuangan. Gangguan terhadap rute perdagangan global juga akan meningkatkan biaya pengiriman internasional. Konsekuensi ekonomi global dari konflik tersebut akan sangat signifikan dan berdampak luas.
Kesimpulannya, ancaman penggunaan kekuatan militer terhadap Iran harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Dialog dan negosiasi tetap menjadi pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah program nuklir Iran. Memilih jalan dialog daripada konfrontasi militer akan lebih menguntungkan bagi stabilitas global dan kesejahteraan ekonomi dunia.