Tahukah Anda? Anggota DPR Apresiasi Cepatnya Penanganan Kasus Perusakan Rumah Doa oleh Polda Sumbar
Anggota DPR RI Martin Daniel Tumbelaka mengapresiasi langkah cepat Polda Sumbar dalam penanganan kasus perusakan rumah doa di Padang. Akankah penegakan hukum berlanjut hingga tuntas?
Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, memberikan apresiasi tinggi terhadap respons cepat Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar). Apresiasi ini terkait penanganan kasus perusakan rumah doa umat Kristen Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang yang terjadi pada Minggu, 27 Juli lalu.
Menurut Martin, tindakan sigap Polda Sumbar dalam mengamankan terduga pelaku menunjukkan komitmen negara. Hal ini membuktikan bahwa negara tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan kekerasan dan intoleransi yang mengancam kerukunan beragama di Indonesia.
Meskipun demikian, Martin menekankan pentingnya kelanjutan proses hukum hingga tuntas. Ia mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti pada penangkapan semata, melainkan juga menelusuri kemungkinan adanya aktor lain yang memprovokasi atau mengarahkan tindakan tersebut.
Apresiasi dan Desakan Penuntasan Kasus
Martin Daniel Tumbelaka menilai penangkapan para terduga pelaku sebagai langkah awal yang krusial. Namun, ia menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat.
Anggota DPR tersebut secara tegas menyatakan bahwa tindakan kekerasan, apapun alasannya, tidak dapat dibenarkan. Ia juga mengingatkan seluruh elemen masyarakat untuk menjaga ketenangan sosial dan menghindari penyebaran narasi yang dapat memperkeruh situasi.
Menurut Martin, setiap pihak memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ruang hidup bersama. Rumah ibadah, tanpa memandang agama apapun, merupakan tempat yang wajib dilindungi. Keberagaman adalah fondasi utama negara Indonesia yang harus terus dijaga.
Martin juga mengingatkan bahwa negara tidak boleh kalah oleh tindakan kekerasan dan intoleransi, seperti yang terjadi pada peristiwa perusakan rumah doa GKSI di Padang. Negara harus hadir dan bertindak tegas, karena ini bukan hanya soal kerusakan fisik bangunan, tetapi juga tentang rasa aman warga negara. Tindakan main hakim sendiri tidak boleh dibiarkan.
Langkah Cepat Kepolisian dan Komitmen Anti-Intoleransi
Wakapolda Sumbar, Brigjen Polisi Solihin, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa polisi telah mengamankan sembilan orang terkait dugaan kasus perusakan rumah doa GKSI Anugerah Padang. Jumlah ini berpotensi bertambah jika ditemukan bukti keterlibatan pihak lain dalam penyelidikan lebih lanjut.
Brigjen Solihin menegaskan komitmen kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini secara profesional. Ia meyakinkan masyarakat bahwa di Sumatera Barat tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri yang merusak tatanan hukum dan sosial.
Penanganan kasus perusakan rumah doa ini menjadi prioritas bagi Polda Sumbar. Hal ini menunjukkan keseriusan aparat dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum akan ditindak sesuai prosedur.
Sikap Pemerintah Daerah dan Nilai Kearifan Lokal
Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Barat, Vasko Ruseimy, juga turut angkat bicara mengenai insiden ini. Ia menegaskan bahwa perusakan rumah doa umat GKSI Anugerah Padang sama sekali tidak mencerminkan sikap masyarakat Minangkabau yang dikenal menjunjung tinggi toleransi.
Vasko menyatakan bahwa kekerasan dan intimidasi dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan. Ia menekankan pentingnya menyikapi peristiwa perusakan rumah doa ini secara berimbang dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan.
Sumatera Barat dikenal sebagai daerah yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal, toleransi, dan kehidupan beragama yang damai. Oleh karena itu, intoleransi dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan dan sama sekali tidak sesuai dengan prinsip masyarakat Minangkabau yang berlandaskan 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'.
Pemerintah dan pihak terkait saat ini masih mendalami secara komprehensif penyebab perusakan rumah doa umat Kristen di Kota Padang. Hal ini termasuk memahami akar persoalan yang muncul ke publik. Di era digital, informasi menyebar sangat cepat dan mudah membentuk persepsi seolah-olah Sumbar intoleran, sehingga penanganan yang cermat sangat diperlukan.