Tahukah Anda? Resto dan Kafe di DIY Diminta Tak Putar Musik Tanpa Lisensi, Ini Alasannya!
Kemenkum DIY mengimbau resto dan kafe untuk tidak memutar musik tanpa lisensi. Pelanggaran hak cipta bisa berdampak hukum dan merusak reputasi. Mengapa ini penting?
Kementerian Hukum (Kemenkum) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara tegas mengimbau seluruh pemilik restoran dan kafe di wilayahnya untuk tidak lagi memutar musik dari sumber tidak resmi atau tanpa lisensi. Imbauan ini disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto, dalam keterangannya di Yogyakarta pada Minggu (27/7). Langkah ini diambil untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi hak cipta yang berlaku.
Agung Rektono Seto menjelaskan bahwa penggunaan musik di tempat usaha, seperti restoran dan kafe, tergolong sebagai pemanfaatan komersial. Oleh karena itu, pemutaran musik tersebut wajib memiliki izin resmi dari pemilik hak cipta atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Hal ini berbeda dengan konsumsi pribadi yang tidak memerlukan izin.
Menurut Kemenkum DIY, masih banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami perbedaan mendasar antara penggunaan musik untuk konsumsi pribadi dan pemanfaatan komersial. Padahal, musik yang diputar di area publik untuk menunjang suasana pelayanan harus mendapatkan izin resmi demi menghargai karya intelektual para pencipta lagu.
Pentingnya Izin Penggunaan Musik Komersial
Penggunaan musik di ruang publik, khususnya di restoran dan kafe, tidak dapat disamakan dengan mendengarkan musik di rumah. Musik yang diputar di tempat usaha berfungsi sebagai penunjang suasana yang secara tidak langsung berkontribusi pada pengalaman pelanggan dan, pada akhirnya, mendukung kegiatan bisnis. Oleh karena itu, pemanfaatan ini dikategorikan sebagai penggunaan komersial yang memerlukan izin.
Kepala Kanwil Kemenkum DIY Agung Rektono Seto menegaskan bahwa sumber musik yang tidak resmi, seperti pemutar pribadi, flashdisk, atau layanan daring tanpa lisensi, tidak diperbolehkan untuk tujuan komersial. Pelaku usaha diwajibkan untuk memperoleh izin dari pemilik hak cipta atau melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berwenang. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hak kekayaan intelektual.
Pelanggaran hak cipta musik dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi pelaku usaha. Agung menjelaskan bahwa dampak yang mungkin timbul tidak hanya terbatas pada sanksi administratif atau pidana, tetapi juga berpotensi merusak reputasi usaha dan mengganggu keberlangsungan operasionalnya. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap regulasi hak cipta menjadi krusial untuk menjaga stabilitas bisnis.
Dukungan Terhadap Ekosistem Ekonomi Kreatif
Menghormati hak cipta merupakan bagian integral dari upaya membangun budaya hukum yang kuat, khususnya di sektor ekonomi kreatif. Indonesia memiliki ribuan pencipta lagu yang berhak mendapatkan royalti atas karya-karya mereka. Ketika sebuah lagu diputar di tempat usaha, itu bukan sekadar musik latar, melainkan hasil dari kerja keras dan kreativitas yang patut dihargai.
Kemenkum DIY berharap imbauan ini dapat menjadi gerakan bersama di kalangan pelaku usaha untuk menciptakan ekosistem yang lebih menghargai hak cipta. Dengan menggunakan musik berlisensi, pelaku usaha tidak hanya terlindungi secara hukum, tetapi juga turut serta dalam mendukung kesejahteraan para pencipta lagu. Ini adalah langkah konkret dalam memajukan industri kreatif nasional.
Agung menambahkan bahwa ruang publik yang diiringi musik legal akan memberikan pengalaman yang lebih bermakna bagi pelanggan. Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah wilayah yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan penghormatan terhadap karya intelektual. Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan di DIY.