Terungkap! Modus Pencampuran Warna, Kejari Bireuen Tahan Dua Tersangka Kasus BBM Oplosan
Kejaksaan Negeri Bireuen menahan dua tersangka terkait kasus peredaran BBM oplosan dengan modus pencampuran warna, memicu pertanyaan tentang jaringannya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, baru-baru ini mengambil langkah tegas dalam memberantas praktik ilegal. Jaksa penuntut umum Kejari Bireuen secara resmi menahan dua tersangka yang diduga terlibat dalam tindak pidana bahan bakar minyak (BBM) oplosan. Penahanan ini merupakan bagian dari upaya serius penegak hukum untuk menindak kejahatan yang merugikan masyarakat dan negara.
Kedua tersangka yang kini mendekam di balik jeruji besi diidentifikasi dengan inisial M dan K. Penahanan mereka dilakukan setelah jaksa menerima penyerahan tanggung jawab perkara beserta barang bukti tahap dua dari penyidik Polda Aceh. Proses ini menunjukkan koordinasi yang baik antara kepolisian dan kejaksaan dalam menuntaskan kasus kejahatan.
Menurut Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, penahanan M dan K bertujuan untuk kepentingan penuntutan pada persidangan di pengadilan. Langkah ini juga krusial untuk memperlancar penyusunan berkas dakwaan. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai penyalahgunaan BBM jenis Pertalite di Desa Cot Geureudong, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, pada 1 Mei 2025.
Kronologi Penangkapan dan Modus Operandi BBM Oplosan
Kasus dugaan penyalahgunaan BBM oplosan ini terungkap setelah polisi menerima informasi penting dari masyarakat. Informasi tersebut mengarah pada adanya aktivitas mencurigakan terkait peredaran bahan bakar minyak ilegal di wilayah Desa Cot Geureudong. Petugas segera melakukan penyelidikan mendalam untuk memverifikasi laporan tersebut dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan.
Setelah serangkaian penyelidikan, tim kepolisian berhasil mengidentifikasi lokasi dan menangkap tersangka M dan K. Di dalam sebuah gudang yang mereka gunakan, ditemukan sejumlah barang bukti krusial. Barang bukti tersebut meliputi drum, delapan jeriken berisi bahan bakar minyak, serta satu unit pompa minyak yang diduga digunakan dalam proses pengoplosan.
Dari hasil pemeriksaan intensif, M dan K mengakui modus operandi mereka dalam memproduksi BBM oplosan. Mereka membeli minyak olahan dari seseorang bernama Adun, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), di Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Wilayah Peureulak sendiri dikenal sebagai daerah dengan aktivitas sumur minyak rakyat tanpa izin yang marak.
Lebih lanjut, Munawal Hadi menjelaskan cara kedua tersangka mengoplos minyak tersebut. Mereka mencampurkan bahan pewarna ke dalam minyak olahan dengan takaran per 30 liter. Campuran ini dirancang sedemikian rupa agar minyak tersebut menyerupai bahan bakar minyak jenis Pertalite. Untuk menyempurnakan kualitas minyak oplosan, mereka juga menambahkan lima liter bahan bakar jenis Pertamax dari Pertamina.
Ancaman Hukum dan Langkah Hukum Selanjutnya
Tersangka M dan K kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang ini secara tegas mengatur tentang kegiatan usaha minyak dan gas bumi, termasuk larangan pengoplosan atau penyalahgunaan bahan bakar.
Ancaman hukuman yang menanti kedua tersangka tidak main-main. Berdasarkan pasal yang disangkakan, mereka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Selain itu, mereka juga terancam denda paling tinggi sebesar Rp60 miliar. Hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa mendatang.
Saat ini, kedua tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Bireuen. Jaksa penuntut umum tengah bergegas menyusun berkas dakwaan untuk segera melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Negeri Bireuen. Kejari Bireuen juga telah menyiapkan tim jaksa penuntut umum khusus untuk menangani perkara ini selama persidangan, memastikan proses hukum berjalan lancar dan adil.