Wajib Militer untuk Anak Bermasalah? Pengamat Pendidikan UPI Kritik Konsep Dedi Mulyadi
Pengamat pendidikan UPI, Cecep Darmawan, menilai program wajib militer Gubernur Jawa Barat untuk anak bermasalah kontradiktif dengan pedagogi dan menyarankan pendidikan bela negara sebagai alternatif.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusung program wajib militer untuk anak-anak bermasalah. Namun, gagasan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan pendidikan. Cecep Darmawan, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menilai program tersebut berseberangan dengan konsep pedagogi yang berpusat pada kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Kritik tersebut disampaikan Cecep melalui wawancara pada Rabu, 30 April 2023 di Bandung.
Cecep mempertanyakan efektivitas program wajib militer dalam mengatasi permasalahan anak yang beragam. Ia menekankan bahwa setiap anak memiliki masalah yang berbeda dan pendekatan militer bukanlah solusi untuk semua masalah. "Itu mau masuk militer atau masuk pesantren saja anak-anak. Jadi gini lah dalam dunia pendidikan, kalau ada masalah itu tidak harus kemudian diserahkan kepada institusi lain dulu. Kan gini ya, anak nakal itu kan tidak bisa diseragamkan. Masalahnya kan bisa beda-beda dan TNI bukan obat segala masalah," ungkap Cecep.
Sebagai alternatif, Cecep mengusulkan program pendidikan pendahuluan bela negara yang lebih sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Ia menilai niat baik Dedi Mulyadi perlu dihargai, namun implementasinya perlu dikaji ulang. Cecep menjelaskan bahwa pendidikan pendahuluan bela negara berbeda dengan pendidikan militer, lebih menekankan pada aspek kewarganegaraan dan nilai-nilai kebangsaan, seperti halnya Resimen Mahasiswa (Menwa) di perguruan tinggi.
Pendidikan Bela Negara: Alternatif yang Lebih Tepat
Cecep memberikan dukungan penuh terhadap program pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) jika benar menjadi maksud Dedi Mulyadi. Namun, ia menekankan pentingnya perencanaan yang matang sebelum program tersebut diterapkan. Ia menyarankan agar program ini tidak hanya ditujukan untuk siswa bermasalah, melainkan untuk seluruh siswa.
Cecep juga menyoroti perlunya program yang terstruktur dan terencana dengan baik, termasuk penyusunan *roadmap* dan *grand design* yang jelas. Ia juga menekankan pentingnya penentuan lokasi pendidikan dan integrasi dengan sistem pendidikan formal. "Jadi bukan hanya untuk siswa nakal tapi untuk seluruh siswa. Jadi harus terprogram, dibuat roadmapnya grand designnya sampai kapan, dan anak itu di boarding school nanti diinapkan di mana, jadi nanti sekolah lagi, jadi nggak-gak selama enam bulan full di situ bukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Cecep menyarankan agar program ini melibatkan berbagai unsur, termasuk pembina kerohanian, TNI, pendidik, psikolog, guru bimbingan konseling, pembina kesiswaan, dan pemerintah. Kurikulum yang komprehensif juga perlu disusun, yang mencakup kegiatan di sekolah, pelatihan di lingkungan militer, dan kegiatan di luar ruangan. "Nah terus dibuat kurikulumnya, dan sesekali mungkin di sekolah kegiatannya, lalu sekali di camp-camp militer, sesekali di luar gitu ya, ke gunung ke mana gitu, ada kurikulumnya. Dan tidak hanya TNI yang dilibatkan, misalnya kaum pendidik, terus spiritualnya misalnya dari tokoh-tokoh agama, dilibatkan di situ psikolog, guru BP, pembina osis dan lain-lainnya dilibatkan termasuk pemerintah gitu," tuturnya.
Konsep Pedagogis yang Terabaikan
Kritik Cecep terhadap program wajib militer Gubernur Dedi Mulyadi menyoroti pentingnya memperhatikan aspek pedagogis dalam penanganan anak bermasalah. Program yang efektif harus mempertimbangkan karakteristik individu dan kebutuhan spesifik setiap anak. Pendekatan yang represif dan seragam seperti wajib militer dinilai kurang tepat dan berpotensi kontraproduktif.
Program pendidikan pendahuluan bela negara yang diusulkan Cecep menawarkan pendekatan yang lebih holistik dan integratif. Dengan melibatkan berbagai unsur dan menekankan pada pengembangan karakter, program ini diharapkan dapat lebih efektif dalam membentuk generasi muda yang bertanggung jawab dan berwawasan kebangsaan.
Kesimpulannya, perdebatan seputar program wajib militer untuk anak bermasalah di Jawa Barat menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dan pendekatan yang tepat dalam menangani permasalahan anak. Pendidikan bela negara yang holistik dan integratif menjadi alternatif yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip pedagogis dan kebutuhan anak-anak Indonesia.