Komisi VII DPR RI Apresiasi Langkah Pemprov Bali Larang AMDK Plastik Sekali Pakai
Komisi VII DPR RI memuji kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster yang melarang produksi AMDK plastik sekali pakai guna melindungi lingkungan dan pariwisata Bali yang menghasilkan devisa hingga Rp107 triliun.
Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali atas kebijakannya yang melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) plastik sekali pakai. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah efektif melindungi sektor pariwisata dan lingkungan di Bali. Hal ini diungkapkan Putra Nababan dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (14/4).
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. SE ini melarang setiap lembaga usaha di Bali memproduksi AMDK plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari upaya Gubernur Koster yang telah dilakukan secara bertahap selama lima tahun terakhir dalam pelestarian ekosistem, memperhatikan nilai kearifan lokal, dan keseimbangan antara manusia dan alam. "Bukan sekali ini saja Gubernur Bali Wayan Koster memberlakukan pembatasan larangan penggunaan plastik. Pak Koster sudah melakukannya sejak lima tahun yang lalu dan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan pelestarian ekosistem alam, manusia dan kebudayaan berdasarkan pada nilai kearifan lokal," ujar Putra Nababan.
Sebagai gantinya, SE tersebut mendorong penggunaan produk alternatif ramah lingkungan, termasuk sistem reuse dan refill. Sosialisasi kebijakan ini telah dilakukan secara luas di berbagai sektor, termasuk lembaga pemerintah dan swasta, desa/kelurahan, desa adat, hotel, pusat perbelanjaan, restoran, kafe, lembaga pendidikan, pasar, dan tempat ibadah. Langkah ini menunjukkan komitmen Pemprov Bali dalam mengatasi masalah sampah plastik yang signifikan di daerah tersebut.
Langkah Konkret Pemprov Bali dalam Pelestarian Lingkungan
Pemprov Bali telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengurangi sampah plastik. Sebelumnya, Pemprov Bali telah melarang penggunaan kantong plastik dan menggantinya dengan kantong kertas atau bahan daur ulang. Selain itu, edaran penggunaan produk pengganti plastik seperti jug, tumbler, atau termos juga telah dikeluarkan. Putra Nababan sendiri mengaku merasakan dampak positif kebijakan ini. "Saya dan keluarga selalu membawa kantong kain untuk membawa belanjaan selama berada di Bali. Nah Kebijakan Gubernur Bali ini dibuat dengan dasar yang kuat mengingat sampah termasuk plastik sekali pakai menjadi masalah serius di Bali sehingga merusak ekosistem alam," tambahnya.
Langkah Pemprov Bali ini mendapat dukungan penuh dari Komisi VII DPR RI. Putra Nababan mengajak industri AMDK untuk berinovasi menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan. Hal ini penting mengingat besarnya kontribusi sektor pariwisata Bali terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2024, Bali dikunjungi 6,6 juta wisatawan asing, atau 50 persen dari total wisatawan asing di Indonesia, dan menyumbang devisa sebesar Rp107 triliun (44 persen dari total devisa sektor pariwisata nasional).
Pariwisata Bali yang berkelanjutan sangat bergantung pada kelestarian lingkungan. "Turis asing datang ke Bali untuk menikmati pengalaman otentik terhadap pantai bersih, alam hijau, dan kearifan lokal. Jika lingkungannya rusak, maka daya tarik pariwisata pun akan memudar," tegas Putra Nababan. Ia juga menekankan pentingnya Bali untuk mengikuti tren wisata global yang mengarah pada destinasi ramah lingkungan dan beretika.
Dampak Positif Kebijakan Larangan AMDK Plastik Sekali Pakai
Dengan membatasi penggunaan AMDK plastik sekali pakai, Bali semakin mengukuhkan posisinya sebagai pelopor pariwisata hijau di Asia Tenggara. Setiap tahunnya, diperkirakan lebih dari 250 juta botol plastik AMDK beredar di Bali, sebagian besar berasal dari aktivitas wisata. Sampah plastik mendominasi 35-40 persen sampah di pantai-pantai wisata seperti Kuta, Sanur, dan Uluwatu, berdampak pada kerusakan lingkungan dan citra pariwisata. Selain itu, penurunan debit mata air di beberapa daerah wisata seperti Tabanan dan Bangli mencapai 20-30 persen akibat peningkatan konsumsi air untuk hotel, vila, dan produksi AMDK.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif tersebut dan menciptakan pariwisata Bali yang berkelanjutan. Langkah Pemprov Bali ini patut diapresiasi dan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sektor pariwisata.
Melalui kebijakan ini, Bali tidak hanya melindungi lingkungannya, tetapi juga menjaga daya tarik pariwisatanya untuk jangka panjang. Komitmen Pemprov Bali dalam menerapkan kebijakan ini patut diacungi jempol dan diharapkan dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia untuk turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.