Fakta Unik Ring Tinju: Mengapa Arena Berbentuk Segi Empat Ini Tetap Disebut 'Ring'?
World Boxing Association (WBA) mengungkap alasan di balik sebutan 'Ring Tinju' untuk arena berbentuk segi empat. Ternyata, sejarah panjang olahraga ini menyimpan jawabannya.
World Boxing Association (WBA) baru-baru ini merilis laporan menarik mengenai arena tinju. Laporan tersebut mengulas mengapa arena pertarungan masih disebut "ring" meskipun bentuknya kini segi empat. Sebutan ini telah melekat selama berabad-abad dalam sejarah olahraga tinju.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak, mengingat kata "ring" secara harfiah berarti lingkaran atau cincin. Padahal, arena tinju modern jelas-jelas memiliki empat sisi dan tali pembatas. WBA menjelaskan bahwa jawabannya terletak pada evolusi perlahan olahraga tinju itu sendiri.
Tinju merupakan salah satu bentuk pertarungan terorganisir tertua yang dikenal manusia, bahkan lebih tua dari banyak institusi kuno. Sejarah panjang olahraga ini, yang akarnya menjangkau ribuan tahun, menjadi kunci untuk memahami penamaan unik arena pertarungannya. Laporan ini memberikan perspektif mendalam.
Sejarah Awal Tinju dan Asal Mula Kata "Ring"
Sejarawan olahraga mengemukakan bahwa versi primitif tinju telah ada di kerajaan kuno Abyssinia, atau Ethiopia modern, sekitar 6.000 hingga 7.000 tahun sebelum Masehi. Pada masa itu, dua pria akan bertarung dengan tangan kosong hingga salah satu dari mereka tewas. Pertarungan ini sangat brutal dan tanpa batasan waktu.
Sekitar tahun 700 SM, bentuk awal tinju mulai masuk ke dalam Olimpiade Kuno. Olahraga ini dengan cepat menjadi salah satu acara yang paling digemari penonton. Tradisi antusiasme terhadap tinju terus berlanjut hingga hari ini, baik untuk pertarungan pria maupun wanita.
Asal mula sebutan "ring" sebenarnya sangat literal. Pada suatu titik dalam sejarah, petinju mulai bertarung berdiri di dalam sebuah lingkaran yang digambar di tanah. Lingkaran inilah yang secara harfiah disebut "ring". Keluar dari lingkaran tersebut berarti kekalahan otomatis, sehingga nama tersebut kemudian melekat kuat.
Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi pada tahun 476 M, tinju sempat meredup di Eropa. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kemunculan agama Kristen dan pengaruh Gereja. Olahraga ini baru muncul kembali di Inggris pada awal abad ke-18, menandai kebangkitannya.
Evolusi Aturan dan Bentuk Arena Tinju
Pada tahun 1743, Jack Broughton, seorang mantan petinju dan pengajar seni tinju, menyusun seperangkat aturan formal pertama untuk olahraga ini. Salah satu aturannya adalah petinju akan bertanding di dalam dua lingkaran konsentris. Keluar dari lingkaran yang lebih kecil akan mengakibatkan diskualifikasi langsung.
Hampir satu abad kemudian, tepatnya pada tahun 1838, London Pugilistic Society memperkenalkan inovasi signifikan. Mereka menciptakan ring persegi pertama yang diletakkan di atas tanah. Meskipun bentuknya berubah menjadi segi empat, nama "ring" tetap dipertahankan, menunjukkan kuatnya tradisi penamaan.
Perubahan besar dalam olahraga tinju datang pada tahun 1865 dengan diperkenalkannya Marquess of Queensberry Rules. Aturan ini sebenarnya disusun oleh John Graham Chambers, pendiri, pelatih, dan jurnalis London Amateur Athletic Club. Aturan ini membawa standarisasi yang fundamental.
Chambers memperkenalkan ronde tiga menit dengan istirahat satu menit, penggunaan sarung tangan menggantikan tinju telanjang, dan batasan waktu untuk knockdown. John L. Sullivan adalah juara kelas berat terakhir yang bertarung tanpa sarung tangan, sementara James J. Corbett menjadi yang pertama memenangkan gelar dunia dengan sarung tangan.
Standar Modern Arena Tinju
Diperkirakan Chambers juga mengusulkan ide untuk meninggikan "ring" sekitar 91 sentimeter dari lantai. Tujuannya adalah agar penonton dan juri dapat melihat jalannya pertandingan dengan lebih jelas. Meskipun bentuknya sudah persegi, nama aslinya tetap digunakan, mencerminkan warisan sejarah.
Awalnya, ring persegi ini berukuran 7,3 meter per sisi. Saat ini, peraturan mensyaratkan total 16 tali, yaitu empat tali per sisi. Dimensi arena modern berkisar antara 4,9 hingga 6,9 meter per sisi, dengan ketinggian antara 0,9 hingga 1,22 meter di atas tanah.
Aturan 12 Chambers, yang sering digabungkan sebagai Kode Queensberry, masih berlaku hingga hari ini. Beberapa poin penting termasuk ronde tiga menit dengan istirahat satu menit, serta hitungan 10 detik untuk knockdown. Ini membentuk dasar pertandingan tinju profesional.
Seorang petarung dinyatakan kalah jika tidak dapat bangun tanpa bantuan atau melanjutkan pertarungan setelah hitungan. Kekalahan bisa terjadi karena knockdown bersih atau serangan bertubi-tubi yang membuatnya tidak berdaya. Sejarah panjang ini menjelaskan mengapa arena tinju tetap disebut "ring".