Bahlil Minta Arahan Presiden Soal Izin Tambang untuk Pesantren
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia akan meminta petunjuk Presiden Jokowi terkait rencana pemberian izin pengelolaan tambang kepada pesantren, menyusul pemberian izin serupa kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan.

Tasikmalaya, 15 Maret 2024 - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan akan meminta arahan Presiden Joko Widodo terkait rencana pemberian izin pengelolaan tambang kepada pesantren. Pernyataan ini disampaikan usai kunjungannya ke Pondok Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Langkah ini merupakan perluasan dari kebijakan sebelumnya yang memberikan izin pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Dalam kunjungan tersebut, Bahlil menyampaikan bahwa pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan bertujuan untuk mewujudkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Ia menekankan peran penting ulama dalam sejarah Indonesia, khususnya pada masa prakemerdekaan, dan menyayangkan fakta bahwa pasca kemerdekaan, pengelolaan sumber daya alam Indonesia justru terpusat pada segelintir pihak.
Bahlil menambahkan bahwa wacana ini telah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo dan Presiden ke-7 RI, sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia tidak hanya dinikmati oleh konglomerat, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk ormas keagamaan.
Kebijakan Baru Pengelolaan Tambang di Indonesia
Revisi Undang-Undang Minerba yang telah disahkan DPR RI pada 18 Februari 2024 menjadi landasan hukum dari kebijakan ini. Revisi tersebut mengubah skema pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sebelumnya, mekanisme lelang sepenuhnya diterapkan, namun kini terdapat skema prioritas yang juga mempertimbangkan mekanisme lelang.
Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam pembagian sumber daya alam. Skema prioritas ini akan memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan kini juga organisasi kemasyarakatan keagamaan, untuk turut serta mengelola sumber daya alam Indonesia.
Menariknya, revisi Undang-Undang Minerba juga membatalkan wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi. Sebagai gantinya, WIUP akan diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMD, dan badan usaha swasta yang akan digunakan untuk kepentingan perguruan tinggi.
Peran Ormas Keagamaan dalam Pengelolaan Tambang
Pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan, termasuk pesantren, telah disepakati oleh pemerintah dan legislatif. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Namun, Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan perlunya arahan lebih lanjut dari Presiden Joko Widodo terkait rencana pemberian izin tambang kepada pesantren.
"Kita untuk pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Sampai ke pesantren? Belum sampai ke sana, tetapi nanti kita minta arahan petunjuk dari Bapak Presiden," ujar Bahlil. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mempertimbangkan secara matang implikasi dari kebijakan ini sebelum memberikan izin secara resmi.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong perekonomian di daerah, menciptakan lapangan kerja, dan memberdayakan masyarakat sekitar. Namun, transparansi dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk memastikan pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan berjalan sesuai aturan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Nahdlatul Ulama (NU) telah menerima IUP, dan Muhammadiyah akan menyusul sebelum Maret berakhir. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam merealisasikan kebijakan ini. Namun, perlu diingat bahwa pengelolaan sumber daya alam membutuhkan keahlian dan manajemen yang profesional untuk memastikan keberlanjutan dan mencegah kerusakan lingkungan.
Ke depan, perlu adanya pelatihan dan pendampingan bagi ormas keagamaan yang akan mengelola tambang, agar mereka memiliki kapasitas dan pengetahuan yang cukup dalam menjalankan bisnis pertambangan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan demikian, kebijakan ini dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat.