Banyak Toko Ritel Tutup, Hippindo Singgung Biaya Operasional dan Persaingan Ketat
Tingginya biaya operasional dan persaingan ketat dengan peritel besar, ditambah pergeseran preferensi konsumen ke online, menyebabkan banyak toko ritel di Indonesia tutup.
Jakarta, 7 Mei 2024 (ANTARA) - Gejolak di sektor ritel Indonesia semakin terasa. Banyak toko, terutama di perkotaan, terpaksa menutup gerainya. Hiimpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengungkapkan penyebabnya; tingginya biaya operasional dan persaingan yang tidak seimbang menjadi faktor utama.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menjelaskan, "Karena satu, mungkin costing-nya besar. Misalnya tokonya cuma 10. Tidak bisa bersaing dengan yang tokonya banyak." Pernyataan ini disampaikan saat ditemui di Jakarta pada Selasa (6/5).
Bukan hanya itu, pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih memilih berbelanja online juga menjadi tantangan besar bagi peritel konvensional. Namun, Budihardjo menekankan bahwa toko offline masih relevan dan banyak yang mulai beradaptasi dengan merambah pasar digital.
Persaingan Ketat dan Tantangan Era Digital
Persaingan di sektor ritel memang semakin ketat. Peritel besar dengan skala ekonomi yang lebih efisien mampu menekan harga dan menawarkan berbagai promo menarik. Hal ini membuat peritel kecil kesulitan bersaing dan akhirnya gulung tikar. Mereka kesulitan untuk berkompetisi dalam hal harga, promosi, dan jangkauan pasar.
Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang beralih ke platform online juga menjadi pukulan telak bagi toko-toko konvensional. Kemudahan dan kenyamanan berbelanja online membuat konsumen lebih memilih berbelanja melalui aplikasi atau situs web.
Meskipun demikian, Hippindo tetap optimis. Budihardjo melihat potensi pasar domestik Indonesia yang besar, dengan populasi sekitar 270 juta jiwa, sebagai peluang yang menjanjikan. Peluang ekspor juga dinilai dapat mendorong pertumbuhan industri ritel.
Proyeksi Pertumbuhan dan Harapan kepada Pemerintah
Hippindo memproyeksikan pertumbuhan industri ritel Indonesia tetap positif, meskipun beragam di setiap segmen. Segmen personal care misalnya, diprediksi tumbuh hingga 10 persen, didorong oleh penjualan online. Sementara segmen minimarket diperkirakan tumbuh sekitar 8-9 persen.
Namun, ancaman penutupan toko ritel masih ada. Budihardjo menyoroti dampak perang dagang AS-China yang berpotensi mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Hippindo berharap pemerintah memberikan dukungan, berupa kemudahan perizinan, pengurangan beban pajak, dan stimulus ekonomi seperti BLT atau voucher belanja untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, Hippindo juga meminta pemerintah mencabut kebijakan efisiensi anggaran agar ekonomi Indonesia dapat kembali bergairah. Langkah-langkah tersebut dinilai penting untuk membantu peritel bertahan dan mendorong pertumbuhan industri ritel di Indonesia.
Toko-Toko Besar yang Terdampak
Beberapa waktu terakhir, sejumlah toko ritel besar telah menutup atau mengurangi jumlah gerainya. Nama-nama besar seperti Giant, Matahari Department Store, dan Alfamart termasuk di antaranya. Penutupan ini menunjukkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi industri ritel saat ini.
Situasi ini menjadi alarm bagi seluruh pelaku industri ritel untuk beradaptasi dan berinovasi agar dapat tetap bersaing. Integrasi online dan offline, efisiensi operasional, serta strategi pemasaran yang tepat menjadi kunci keberhasilan di tengah persaingan yang semakin ketat.
Ke depan, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri ritel sangat penting untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.