BI Pertahankan BI-Rate 5,75 Persen, Cermati Ruang Penurunan Suku Bunga
Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI-Rate di 5,75 persen, namun terus mencermati ruang penurunan suku bunga acuan dengan mempertimbangkan inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia (BI) mengumumkan keputusan penting terkait suku bunga acuan pada Rabu, 23 April 2025. Setelah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 22 dan 23 April 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate tetap pada level 5,75 persen. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor, terutama prospek inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa BI terus mencermati ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut.
Keputusan mempertahankan BI-Rate pada angka 5,75 persen diambil di tengah kondisi perekonomian global yang dinamis. Gubernur BI menekankan bahwa dalam jangka pendek, prioritas utama BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini didorong oleh berbagai faktor eksternal, termasuk kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Amerika Serikat (AS) yang menimbulkan ketidakpastian pasar keuangan global.
Meskipun inflasi inti tercatat rendah, yaitu 2,5 persen pada Maret 2025, BI tetap berhati-hati. Perry Warjiyo menyatakan, "Kami meyakini inflasi yang rendah, termasuk inflasi inti (Maret 2025) yang 2,5 persen itu, membuka ruang bagi penurunan BI-Rate lebih lanjut." Namun, stabilitas nilai tukar rupiah menjadi kunci utama sebelum BI mengambil langkah menurunkan suku bunga acuan.
BI Intervensi untuk Stabilitas Rupiah
Dalam menghadapi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, terutama selama periode libur Lebaran, BI telah melakukan berbagai intervensi. Nilai tukar rupiah sempat tertekan hingga Rp17.400 di pasar Hong Kong dan Eropa. Menanggapi hal ini, BI melakukan intervensi non delivery forward (NDF) di pasar offshore luar negeri secara berkesinambungan di Hongkong, Eropa, dan Amerika. Hal ini dilakukan selama 24 jam penuh, "around the clock around the world", kata Perry Warjiyo.
Selain intervensi NDF, BI juga menerapkan strategi triple intervention, yaitu intervensi pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Sejak awal tahun hingga 22 April 2025, BI telah membeli SBN dengan total Rp80,98 triliun, terdiri dari Rp54,98 triliun di pasar sekunder dan Rp26 triliun di pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah.
Langkah-langkah ini, menurut Perry Warjiyo, bukan hanya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan koordinasi dengan kebijakan fiskal, tetapi juga untuk memastikan intervensi di pasar valas tidak menimbulkan kekeringan likuiditas rupiah. "Inilah kebijakan kami untuk menjaga kecukupan likuiditas," tegasnya.
Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal AS dan Pergeseran Arus Portofolio
Perry Warjiyo juga menjelaskan dampak kebijakan tarif resiprokal AS terhadap pasar keuangan global. Kebijakan tersebut telah meningkatkan ketidakpastian pasar, mempengaruhi yield US Treasury, pergerakan nilai tukar mata uang, dan terutama risk appetite investor global. Hal ini menyebabkan perubahan pola arus portofolio investasi global.
Aliran modal dari AS bergeser ke negara dan aset keuangan yang dianggap lebih aman, seperti obligasi negara-negara Eropa dan Jepang, serta komoditas emas. Akibatnya, terjadi aliran modal keluar dari emerging market, termasuk Indonesia, yang berdampak pada pelemahan mata uang berbagai negara. Dampaknya di masing-masing negara, kata Perry, akan tergantung pada kondisi dan respons masing-masing negara.
BI terus melakukan asesmen, tidak hanya untuk menjaga level nilai tukar rupiah, tetapi juga kesetaraannya dengan nilai tukar negara-negara mitra dagang utama Indonesia atau peer country. Meskipun saat ini nilai tukar rupiah terkendali, BI tetap waspada dan terus memantau perkembangan situasi global.
Dengan mempertimbangkan semua faktor tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate pada level 5,75 persen. Namun, BI tetap berkomitmen untuk terus memantau perkembangan ekonomi dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.