BRIN: Restorasi Lingkungan, Kunci Ketahanan Pangan dan Energi Indonesia
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya restorasi lingkungan dan pengelolaan lahan berkelanjutan sebagai solusi berbasis alam untuk mencapai ketahanan pangan dan energi Indonesia, mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa restorasi lingkungan merupakan faktor kunci dalam pencapaian ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN, Asep Hidayat, dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh ICRAF pada Kamis lalu di Jakarta. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap program prioritas Presiden yang menempatkan ketahanan pangan dan energi sebagai isu nasional yang krusial.
Menurut Asep Hidayat, program restorasi alam, pelestarian hutan, serta inventarisasi bioenergi dan teknologi pengelolaan lahan akan menjadi pendukung utama dalam mencapai target ketahanan pangan dan energi. Ia menambahkan bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya memiliki peran strategis, tidak hanya dalam mitigasi perubahan iklim, tetapi juga dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Asep menekankan pentingnya nature based solution atau solusi berbasis alam sebagai pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Namun, ia juga mengakui tantangan implementasi di lapangan yang cukup kompleks. Koordinasi antar pemangku kepentingan yang belum optimal, perencanaan yang kurang matang, dan evaluasi dampak yang tidak berkelanjutan menjadi beberapa kendala utama.
Tantangan Implementasi Solusi Berbasis Alam
Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi solusi berbasis alam adalah koordinasi antar pemangku kepentingan. Kurangnya koordinasi yang efektif seringkali menghambat proses restorasi lingkungan dan pengelolaan lahan berkelanjutan. Perencanaan yang kurang matang juga menjadi masalah, karena tanpa perencanaan yang baik, program restorasi akan sulit mencapai tujuannya.
Selain itu, evaluasi dampak yang tidak berkelanjutan juga menjadi kendala. Solusi berbasis alam membutuhkan pengawasan jangka panjang untuk memastikan keberhasilannya. Tanpa evaluasi yang terus menerus, sulit untuk mengetahui efektivitas program dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Asep Hidayat juga menyoroti pentingnya pengawasan jangka panjang dalam program restorasi lingkungan. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada pemantauan dan evaluasi yang konsisten. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa program tersebut berjalan sesuai rencana dan memberikan dampak yang positif bagi lingkungan.
Apresiasi terhadap Inovasi Teknologi Pemetaan
Di tengah tantangan tersebut, Asep Hidayat mengapresiasi penelitian yang dilakukan ICRAF melalui Evolving Participatory Information System (Epistem). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi pemetaan bentang lahan guna mendukung pemulihan bentang lahan dan pencegahan deforestasi.
Teknologi pemetaan ini diharapkan dapat mendorong pendekatan partisipatif dalam pemetaan dan teknologi yang transparan, serta berbasis kebutuhan pemangku kepentingan. Dengan demikian, program restorasi lingkungan dapat dijalankan secara lebih efektif dan efisien.
Dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan, diharapkan teknologi ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya restorasi lingkungan dan pengelolaan lahan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan ketahanan pangan dan energi yang berkelanjutan.
Kesimpulannya, BRIN menekankan pentingnya kolaborasi dan inovasi teknologi untuk mengatasi tantangan dalam implementasi solusi berbasis alam. Dengan pendekatan yang holistik, partisipatif, dan berkelanjutan, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan dan energi yang lebih baik di masa depan.