China Bantah Duterte Ajukan Suaka, Mantan Presiden Filipina Ditangkap ICC
Kementerian Luar Negeri China membantah kabar mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengajukan suaka di Hong Kong sebelum ditangkap ICC terkait dugaan kejahatan kemanusiaan.

Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada 11 Maret 2025 setibanya di Manila. Penangkapan ini menyusul surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Duterte tiba di Filipina melalui penerbangan CX 907 Cathay Pacific dari Hong Kong bersama istri dan putrinya. Kabar sebelumnya menyebutkan Duterte mengajukan suaka ke China sebelum penangkapan, namun hal ini dibantah langsung oleh pemerintah China.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, secara tegas membantah kabar tersebut dalam konferensi pers di Beijing. Guo Jiakun menyatakan kunjungan Duterte ke Hong Kong murni perjalanan pribadi dan tidak ada permohonan suaka yang diajukan kepada pemerintah China, baik dari Duterte maupun keluarganya. Pernyataan ini sekaligus membantah pemberitaan media yang menyebutkan permohonan suaka Duterte ditolak China, yang kemudian menyebabkan upaya penangkapan Duterte di Hong Kong oleh kepolisian Filipina gagal karena Hong Kong menolak bekerja sama dengan Interpol.
Penangkapan Duterte terkait investigasi ICC atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan selama masa jabatannya sebagai wali kota Davao dan presiden Filipina. Ribuan kematian terjadi selama operasi antinarkoba yang ia pimpin. Duterte sendiri membantah tuduhan tersebut. Saat ini, ia ditahan di pusat penahanan Den Haag dan menunggu sidang konfirmasi dakwaan pada 23 September mendatang.
Bantahan Resmi China dan Respon Media
Bantahan resmi dari Kementerian Luar Negeri China ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai kebenaran informasi yang beredar sebelumnya. Guo Jiakun juga mengimbau media untuk berhati-hati dalam memberitakan informasi dari sumber-sumber yang tidak terverifikasi, dan tidak mudah mempercayai informasi yang belum tentu kebenarannya. Pernyataan ini menekankan pentingnya verifikasi informasi sebelum disebarluaskan, terutama dalam konteks isu internasional yang sensitif seperti ini.
Beredarnya informasi yang belum terkonfirmasi dapat menimbulkan spekulasi dan kesalahpahaman di masyarakat. Oleh karena itu, peran media dalam menyajikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab sangatlah krusial. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum internasional, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan tokoh penting seperti mantan presiden suatu negara.
Pihak berwenang China tampaknya ingin menghindari keterlibatan lebih lanjut dalam kasus ini, mengingat China bukan anggota ICC. Sikap pemerintah China yang tegas membantah kabar suaka ini menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga hubungan bilateral dengan Filipina, meskipun di tengah situasi politik yang kompleks.
Situasi Politik di Filipina
Di Filipina sendiri, situasi politik juga memanas. Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, putri Rodrigo Duterte, menyatakan keyakinan ayahnya bahwa ia tidak bersalah. Sementara itu, Sara Duterte sendiri menghadapi ancaman pemakzulan. Sidang pemakzulan dijadwalkan dimulai pada 21 Juli mendatang, menambah kompleksitas situasi politik di negara tersebut.
Pemerintah Filipina sebelumnya menyatakan tidak akan bekerja sama dengan investigasi ICC, namun tetap berkomitmen untuk mematuhi Interpol. Hal ini menunjukkan dilema yang dihadapi pemerintah Filipina dalam menghadapi tekanan internasional dan hukum domestik. Filipina bukanlah negara penandatangan Statuta Roma, sehingga kewajiban mereka terhadap keputusan ICC terbatas hanya pada perjanjian khusus.
Kasus ini menyoroti kompleksitas hukum internasional dan tantangan dalam menangani dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Proses hukum yang sedang berlangsung di ICC akan menentukan nasib Duterte dan memiliki implikasi luas bagi sistem peradilan internasional.
Dengan penangkapan Duterte dan bantahan resmi dari China, kasus ini menjadi sorotan dunia. Perkembangan selanjutnya akan menentukan bagaimana kasus ini akan berdampak pada hubungan internasional dan sistem peradilan internasional.