China Bantah Tudingan Australia Soal Insiden Jet Tempur di Laut China Selatan
Kementerian Luar Negeri China membantah tuduhan Australia terkait tindakan tidak profesional jet tempur China di Laut China Selatan, dengan menyatakan pesawat Australia telah memasuki wilayah udara China tanpa izin.

Ketegangan antara Australia dan China kembali memanas setelah insiden yang melibatkan jet tempur China dan pesawat Angkatan Udara Australia di Laut China Selatan. Australia menuduh jet tempur J-16 China melakukan manuver tidak aman dan tidak profesional, sementara China membalas dengan pernyataan tegas yang membantah tuduhan tersebut.
Klaim Berbeda Mengenai Insiden di Laut China Selatan
Perselisihan ini bermula dari insiden pada Selasa, 11 Februari 2024, di mana pesawat pengintai maritim P-8A Poseidon Australia diklaim melakukan operasi di dekat Kepulauan Paracel (Xisha Qundao) yang disengketakan. Departemen Pertahanan Australia melaporkan bahwa sebuah jet tempur J-16 China melepaskan suar dalam jarak dekat dengan pesawat Australia. Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, menyebut tindakan tersebut "tidak aman dan tidak profesional" dan dilakukan setelah pesawat Australia "ditantang oleh beberapa pesawat angkatan udara J-16 China" selama patroli rutin di wilayah udara internasional.
Namun, Kementerian Luar Negeri China memiliki versi cerita yang berbeda. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa pesawat militer Australia telah memasuki wilayah udara China tanpa izin. Guo Jiakun menegaskan bahwa tindakan Australia melanggar kedaulatan China dan merusak keamanan nasional negara tersebut. China, menurut Guo, mengambil tindakan yang sah, sesuai hukum, profesional, dan terkendali untuk mengusir pesawat Australia.
Respons Australia dan Eskalasi Ketegangan
Australia telah menyampaikan protes resmi kepada Beijing terkait insiden tersebut. Pemerintah Australia menekankan bahwa pesawat mereka beroperasi di wilayah udara internasional. Kejadian ini menambah daftar panjang insiden serupa antara kedua negara dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut.
Selain insiden jet tempur, Australia juga melaporkan aktivitas kapal-kapal Angkatan Laut China di lepas pantai timur laut Australia. Kehadiran kapal fregat Hengyang, kapal perusak Zunyi, dan sebuah kapal pasokan China telah memicu pemantauan ketat dari militer Australia. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran Australia akan meningkatnya aktivitas militer China di wilayah tersebut.
Sejarah Konflik dan Perspektif yang Berbeda
Insiden ini bukanlah yang pertama. Pada November 2023, Australia juga menuduh China melakukan interaksi yang tidak aman dan tidak profesional di lepas pantai Jepang. Sebuah kapal perusak China mendekati kapal militer Australia, mengakibatkan seorang penyelam militer Australia terluka. Kemudian, pada Mei 2024, terjadi insiden lain di Laut Kuning, di mana pesawat tempur J-10 China mencegat helikopter MH-60R Seahawk Australia. Kedua negara saling menyalahkan atas insiden tersebut.
Perbedaan narasi antara Australia dan China menyoroti kompleksitas situasi di Laut China Selatan. Klaim kedaulatan yang tumpang tindih dan interpretasi yang berbeda atas hukum internasional membuat resolusi damai menjadi tantangan yang signifikan. Kedua negara perlu mencari jalur diplomasi untuk mengurangi ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Kesimpulan: Perlunya Dialog dan De-eskalasi
Insiden terbaru di Laut China Selatan menyoroti pentingnya dialog dan de-eskalasi antara Australia dan China. Meskipun kedua negara memiliki perbedaan pandangan, penting untuk mencari solusi melalui jalur diplomatik untuk menghindari konflik yang lebih besar. Transparansi dan komunikasi yang terbuka sangat krusial dalam mengelola ketegangan di kawasan yang secara strategis penting ini. Kegagalan untuk melakukannya dapat berdampak serius pada stabilitas regional dan keamanan internasional.