China Kecam Pernyataan Bersama AS-Jepang Soal Laut China Selatan dan Taiwan
China melontarkan protes keras terhadap pernyataan bersama AS-Jepang yang menyangkut Kepulauan Senkaku dan Laut China Selatan, serta menegaskan kembali prinsip Satu China terkait Taiwan.
![China Kecam Pernyataan Bersama AS-Jepang Soal Laut China Selatan dan Taiwan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/080025.911-china-kecam-pernyataan-bersama-as-jepang-soal-laut-china-selatan-dan-taiwan-1.jpg)
Beijing, 11 Februari 2024 - Ketegangan geopolitik kembali memanas. Pemerintah China menyampaikan kecaman resmi terhadap pernyataan bersama yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dan Perdana Menteri Jepang, Ishiba Shigeru. Pernyataan tersebut membahas sengketa Kepulauan Senkaku (Diaoyu bagi China) di Laut China Timur dan situasi di Laut China Selatan, serta isu Taiwan.
Protes Keras atas Pernyataan Bersama AS-Jepang
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (10 Februari 2024), menyatakan bahwa pernyataan bersama AS-Jepang merupakan "campur tangan terbuka dalam urusan dalam negeri China," sekaligus "serangan dan pencemaran nama baik" terhadap negara tersebut. Pernyataan tersebut dianggap mengintimidasi negara-negara lain di kawasan Asia.
Pertemuan Trump dan Ishiba di Washington pada Jumat (7 Februari 2024) menghasilkan pernyataan bersama yang menekankan pentingnya Pasal V Perjanjian Kerja Sama dan Keamanan Bersama AS-Jepang dalam konteks Kepulauan Senkaku. Mereka juga menyatakan penolakan terhadap upaya China untuk mengubah status quo di Laut China Timur dan Selatan melalui kekerasan atau paksaan.
China menganggap Kepulauan Senkaku sebagai bagian integral dari wilayahnya. Guo Jiakun menegaskan bahwa aktivitas China di perairan tersebut sepenuhnya legal dan sesuai hukum internasional. Beijing telah melayangkan protes keras kepada AS dan Jepang atas pernyataan bersama tersebut.
Sengketa Kepulauan Senkaku dan Klaim Historis
Kepulauan Senkaku, gugusan pulau kecil di Laut China Timur, menjadi titik api sengketa antara China dan Jepang. Letak geografisnya yang strategis, sekitar 170 kilometer utara Pulau Ishigaki, Jepang, memicu perebutan klaim kepemilikan. Jepang berargumen bahwa Perjanjian San Francisco 1951 dan Perjanjian Pengembalian Okinawa 1972 menempatkan kepulauan tersebut di bawah administrasi Jepang. Namun, China mengklaim kedaulatan atas kepulauan tersebut berdasarkan sejarah dan hukum maritimnya sendiri, yang tertuang dalam Undang-undang tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan tahun 1992.
Sejak 2008, aktivitas kapal-kapal militer China di sekitar Kepulauan Senkaku semakin meningkat, menambah ketegangan di kawasan tersebut. Pernyataan bersama AS-Jepang yang menegaskan dukungan terhadap administrasi Jepang atas Kepulauan Senkaku semakin memperkeruh suasana.
Isu Taiwan dan Prinsip Satu China
Pernyataan bersama AS-Jepang juga menyoroti pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Trump dan Ishiba mendorong penyelesaian damai atas masalah lintas selat dan menentang upaya perubahan status quo secara sepihak melalui kekerasan atau paksaan. Mereka juga menyatakan dukungan terhadap partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional.
China dengan tegas menolak pernyataan tersebut. Guo Jiakun menegaskan bahwa masalah Taiwan sepenuhnya merupakan urusan internal China dan merupakan inti dari kepentingan nasional China. Ia menekankan bahwa AS dan Jepang telah membuat komitmen serius kepada China terkait isu Taiwan dan seharusnya menghormati prinsip Satu China.
China menuding aktivitas separatis yang menginginkan kemerdekaan Taiwan dan dukungan eksternal sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian di Selat Taiwan. Guo Jiakun menyerukan AS dan Jepang untuk menegakkan prinsip Satu China dan menolak kemerdekaan Taiwan. Ia juga meminta kedua negara untuk menghormati kedaulatan dan hak maritim China serta memainkan peran konstruktif bagi perdamaian dan pembangunan regional.
Kesimpulan
Pernyataan bersama AS-Jepang telah memicu reaksi keras dari China. Sengketa atas Kepulauan Senkaku dan posisi AS-Jepang terkait Taiwan semakin memperumit dinamika geopolitik di kawasan Asia. Ketegangan ini menekankan pentingnya diplomasi dan dialog konstruktif untuk mencegah eskalasi konflik.