China Kecam Dukungan Jepang terhadap Kemerdekaan Taiwan
Menlu China, Wang Yi, mengecam dukungan tertentu di Jepang terhadap kemerdekaan Taiwan dan mendesak penghentian provokasi yang dapat membahayakan hubungan kedua negara.

Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, melontarkan kecaman keras terhadap pihak-pihak di Jepang yang dinilai mendukung kemerdekaan Taiwan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers tahunan di Beijing pada Jumat, 7 Maret. Wang Yi menekankan prinsip 'Satu China' sebagai landasan hubungan China-Jepang dan mendesak agar Jepang menghentikan segala bentuk dukungan terhadap gerakan separatis Taiwan.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap sejumlah kebijakan Jepang yang dianggap China sebagai bentuk dukungan terselubung terhadap kemerdekaan Taiwan. Salah satu contohnya adalah perubahan sistem pendaftaran keluarga di Jepang pada Februari 2025, yang memungkinkan warga Taiwan mencantumkan 'Taiwan' sebagai asal negara, bukan 'China'. Kebijakan ini akan berlaku efektif Mei 2025. China melihat langkah ini sebagai upaya untuk mengaburkan status Taiwan sebagai bagian integral dari China.
Lebih lanjut, Wang Yi juga memperingatkan Jepang agar tidak terprovokasi oleh isu Taiwan. "Hentikan propaganda bahwa 'darurat Taiwan adalah darurat Jepang'. Sebenarnya, memprovokasi masalah atas nama Taiwan berarti mengundang masalah bagi Jepang," tegas Wang Yi. Pernyataan ini menunjukkan kekhawatiran China akan potensi keterlibatan militer Jepang dalam konflik di Selat Taiwan.
Sejarah Hubungan China-Jepang dan Isu Taiwan
Konflik sejarah antara China dan Jepang menjadi latar belakang pernyataan tegas Menlu Wang Yi. Jepang pernah menduduki Taiwan sejak berakhirnya Perang China-Jepang Pertama (1895) hingga kekalahan mereka dalam Perang Dunia II (1945). Setelah kekalahan Jepang, Taiwan kembali ke China, yang saat itu dikuasai oleh Kuomintang (KMT). Namun, setelah perang saudara di China, KMT melarikan diri ke Taiwan, membentuk pemerintahan terpisah hingga saat ini.
Wang Yi mengingatkan Jepang akan sejarah kelam pendudukan tersebut dan menekankan pentingnya berhati-hati terhadap kebangkitan militerisme di Jepang. "Militer Jepang melakukan kejahatan keji terhadap rakyat di China dan seluruh Asia. Mereka juga membawa penderitaan yang sangat besar bagi rakyat Jepang. Berjaga-jaga terhadap kebangkitan militerisme adalah tugas yang harus dilakukan Jepang tanpa kecuali," ujarnya. Pernyataan ini mengandung pesan kuat agar Jepang tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Meskipun demikian, Wang Yi juga menekankan pentingnya hubungan bilateral yang konstruktif. Ia menyebutkan bahwa pada November 2024, pemimpin China dan Jepang mencapai kesepahaman untuk menindaklanjuti empat dokumen politik antara kedua negara, demi memajukan hubungan strategis yang saling menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa China masih menginginkan hubungan yang baik dengan Jepang, meskipun dengan peringatan yang tegas terkait isu Taiwan.
Pandangan China terhadap Hubungan dengan Jepang
Wang Yi menegaskan bahwa selama 80 tahun hubungan diplomatik, Jepang seharusnya memahami bahwa China adalah negara yang cinta damai dan tetangga yang dapat dipercaya. Ia bahkan menyatakan bahwa selama lebih dari 1.000 tahun, China telah menjadi peluang, bukan ancaman, bagi Jepang. Pernyataan ini bertujuan untuk meredakan ketegangan dan menekankan niat baik China dalam hubungan bilateral.
Namun, pernyataan tersebut juga disampaikan dengan nada tegas dan peringatan keras terkait dukungan terhadap kemerdekaan Taiwan. China menganggap isu Taiwan sebagai masalah kedaulatan nasional dan tidak akan mentolerir campur tangan dari negara lain. Oleh karena itu, pernyataan Wang Yi dapat diartikan sebagai upaya China untuk menegaskan posisinya dan mencegah eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Pernyataan Menlu Wang Yi ini menunjukkan kompleksitas hubungan China-Jepang. Di satu sisi, kedua negara berusaha untuk membangun hubungan yang konstruktif dan saling menguntungkan. Di sisi lain, perbedaan pandangan yang mendasar terkait status Taiwan tetap menjadi tantangan utama bagi hubungan bilateral tersebut. Ke depan, bagaimana Jepang merespon pernyataan tegas China ini akan menjadi penentu arah hubungan kedua negara di masa mendatang.
Perlu diingat bahwa isu Taiwan merupakan isu sensitif dan kompleks yang melibatkan berbagai kepentingan dan perspektif. Pemahaman yang komprehensif terhadap sejarah dan konteks politik regional sangat penting untuk memahami dinamika hubungan China-Jepang.